Dengan ridho Allah dan rahmat Allah dari dunia sampai akhirat

Minggu, 31 Juli 2011

Puasa Gaya Sufi

Drs. Syamsuri, MA. – Tim Penulis Ensiklopedi Tasawuf

Selama ini banyak orang yang berpuasa tetapi tidak berbekas. Sebab menurut dosen sekaligus Ketua Jurusan Aqidah Filsafat & Pemikiran Politik Islam pada UIN Jakarta ini, mereka tidak memenuhi kriteria puasa secara sufistik. Apa saja kriteria puasa secara sufistik itu? Berikut petikan wawancara Sufi dengan kandidiat doktor yang tengah menyelesaikan penelitian disertasi tentang Tasawuf Seyyed Hossein Nasr pada Pascasarjana UIN Jakarta ini.

Sejauh yang anda ketahui bagaimana pandangan kaum sufi pada umumnya mengenai hakikat ibadah, terutama ibadah puasa?

Pertama-tama, ibadah apapun bagi kaum sufi secara umum bisa dikerangkakan ke dalam tiga langkah atau tahapan, yaitu takhalli, tahalli dan tajalli. Takhalli secara bahasa berarti mengosongkan, dalam terminologi tasawuf berarti membersihkan diri dari berbagai dosa yang mengotori jiwa, baik dari dosa lahir maupun dari dosa batin, atau istilah al-Ghazali itu penyakit hati. Yang dimaksud dosa lahir di sini adalah setiap perbuatan dosa yang melibatkan aspek fisik atau badan jasmani kita. Contohnya seperti membunuh, berzina, merampok, mencuri, mabuk-mabukan, menyalahgunakan narkoba dan sebagainya. Adapun yang termasuk dosa batin atau dosa yang timbul dari aktivitas hati antara lain berdusta, menghina orang lain, memfitnah, ghibah, dendam, iri, dengki, riya, ujub, takabur dan sebagainya.
Adapun tahalli secara bahasa berarti menempatkan atau mengisi. Dalam dunia tasawuf berarti mengisi atau menghiasi diri dengan berbagai amal saleh, baik amalan lahir maupun amalan batin. Atau kalau lebih dalam lagi, berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji dengan “meniru” akhlak atau sifat-sifat Allah serta meneladani akhlak Rasul Allah. Dalam kaitan ini misalnya ada hadits yang sudah cukup populer karena sering dikutip, takhallaqu bi akhlaqillah. Mengenai keteladanan Rasul ada ayat, laqad kana lakum fi rasullillah uswatun hasanah.

Sedangkan tajalli merupakan hasil atau buah dari dua langkah sebelumnya, takhalli dan tahalli, yang berupa tersingkapnya selubung atau hijab yang menghalangi seorang manusia dengan Tuhan, sehingga ia benar-benar dekat dengan Allah, sudah benar-benar merasakan kehadiran Allah secara intens. Bahkan pengalaman spiritual yang lebih intens lagi melalui proses tajalli ini adalah bersanding, bahkan bersatu dengan-Nya.

Lalu mengapa manusia itu dapat terjebak pada perbuatan dosa?
Jadi begini! Dalam pandangan kaum sufi, kualitas ruhani manusia itu pada dasarnya adalah suci, dalam istilah agama disebut fitrah, karena memang ia bersumber dari Allah SWT langsung. Nabi sendiri pernah bersabda: “Setiap (bayi) yang dilahirkan pada mulanya bersifat suci (fitrah), kedua orangtuanya lah yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Jadi kualitas ruhani manusia itu sebermulanya laksana kaca yang sangat bening, yang dapat menerima dan memantulkan kembali dengan sempurna setiap cahaya yang datang. Demikian halnya jiwa yang suci dapat menerima dengan sempurna cahaya kebenaran (hidayah) dari Tuhan untuk kemudian memantulkannya kembali dengan sempurna dalam bentuk akhlaq al-karimah.

Kaitannya dengan takhalli?
Seperti ibadah-ibadah lainnya, puasa bagi kaum sufi adalah sebagai sarana atau media untuk melakukan takhalli, tahalli, dan pada akhirnya mencapai tajalli. Bahkan, dibanding dengan ibadah-ibadah lainnya, puasa merupakan media atau sarana yang paling lengkap untuk melakukan ketiga langkah tersebut.

Jadi makna puasa secara sufistik itu?
Puasa, secara bahasa berarti imsak (menahan, menghentikan, atau mengendalikan). Dalam dunia tasawuf, yang dimaksud puasa adalah menahan atau mengendalikan hawa nafsu, yang kalau ia tidak terkendali akan menjadi sumber dan penyebab terjadinya berbagai dosa dan kejahatan, baik dosa lahir maupun dosa batin yang dapat mengotori dan merusak kesucian jiwa. Jadi lingkup hawa nafsu di sini bukan cuma mengekang nafsu makan dan nafsu seksual saja. Pengendalian nafsu yang merupakan inti dari puasa itu dengan sendirinya dapat menghindarkan manusia dari segala dosa, yang dalam istilah tasawuf disebut dengan takhalli tadi!

Berarti harus bertakhalli?
Ya! Sebab orang yang berpuasa tetapi masih juga melakukan berbagai dosa, baik dosa lahir maupun dosa batin, berarti dia tidak mampu mengendalikan nafsu, dan karena itu puasa yang dilakukannya tidak bernilai sama sekali. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, pada bulan Ramadan ada seorang wanita mencaci maki pembantunya. Ketika Rasalullah mengetahui kejadian tersebut, beliau menyuruh seseorang untuk membawa makanan dan memanggil wanita itu, lalu Rasulullah bersabda, “makanlah makanan ini”. Wanita itu menjawab, “saya ini sedang berpuasa ya Rasulullah.” Rasululah bersabda lagi, “Bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci-maki pembantumu. Sesunguhnya puasa adalah sebagai penghalang bagi kamu untuk tidak berbuat hal-hal yang tercela. Betapa banyaknya orang yang berpuasa, dan betapa banyaknya orang yang kelaparan.”

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, tetapi tidak sanggup mewujudkan pesan moral di balik ibadah puasa itu, yaitu berupa takhalli dari dosa lahir dan batin, maka puasanya itu tidak lebih dari sekedar orang-orang yang lapar saja. Hal ini sesuai juga dengan hadits Nabi yang lain, “Banyak sekali orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.”

Lalu apa kriteria kedua?
Yaitu harus menempuh proses tahalli! Jadi puasa juga melatih orang untuk bertahalli, yakni mengisi dan memenuhi jiwa dengan berbagai perbuatan dan akhlak yang baik. Karena itu, walaupun tidur orang yang berpuasa masih dinilai ibadat, dia juga disunnahkan untuk banyak-banyak melakukan ibadat, seperti salat malam atau qiyam al-lail dengan tarawih dan tahajjud, membaca al-Qur’an, yakni tadarrus dan tadabbur, i’tikaf di masjid, banyak berzikir dan berdoa, banyak bersedekah, menolong orang yang kelaparan dan kesusahan, dan berbagai amal saleh lainnya.

Puasa juga selalu dikaitkan dengan taqwa?
Tujuan utama puasa sesuai dengan penjelasan al-Qur’an adalah untuk mencetak manusia bertaqwa, yang memiliki karakteristik antara lain: beriman pada yang gaib, menegakkan salat, berinfak, beriman pada al-Quran dan kitab-kitab sebelumnya, yakin akan terjadinya akhirat, mendapat hidayah dan selalu memperoleh kemenangan atau kebahagiaan. Atau adalam rumusan lain memiliki sifat dermawan, mampu mengendalikan emosi, pemaaf, mawas diri (selalu instrospeksi diri) dan selalu berbuat baik (produktif).

Orang taqwa juga selalu menegakkan salat dalam arti selalu memenuhi aktifitas hidup dan jiwanya dengan berbagai macam ibadat, membaca ayat Allah, zikir, doa dan amal saleh lainnya baik berupa lahir maupun batin. Orang yang menegakkan shalat juga selalu terhindar dari segala macam dosa dan maksia, karena salat akan menjadi penjegah orang taqwa dari segala perbuatan dan akhlak yang keji dan munkar.

Orang taqwa juga bersifat dermawan, memiliki kepekaan atau solidaritas sosial yang tinggi, sehingga ia selalu menolong orang yang lemah, menggunakan segala kekuasaan dan kekayaannya untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, tidak bersifat rakus, tamak, egois dan individualis.

Orang taqwa juga mampu mengendalikan emosi, dia akan tetap berpikir dingin dan jernih meskipun dalam kondisi terjepit atau terpepet; dia akan tetap dapat berbuat adil meskipun terhadap musuh atau orang yang dibencinya. Dia juga akan selalu bersifat lapang dada, menerima dan memaafkan kesalahan orang lain meskipun itu sangat menyakitkan.
Orang taqwa juga selalu mawas diri, senantiasa menerima kritikkan orang lain demi kebaikan, karena itu ia selalu berskap inklusif, terbuka dan selalu menghargai pendapat dan informasi orang lain, meskipun hal itu berbeda atau bertentangan dengan pendapatnya.

Orang taqwa juga yakin pada akhirat, dalam arti selalu berorientasi masa depan, tidak mengejar keseanangan dan kebahagiaan sesaat yang menipu, menghargai waktu, selalu bersikap produktif inovatif, hemat dalam menggunakan energi dan fasilitas, tidak bermewah-mewah apalagi memamerkan kekayaan, hidup sederhana.

Bagaimana pandangan kaum sufi mengenai malam lailatul qadar?
Malam Qadr, malam yang ditentukan, malam yang istimewa, yang juga disebut malam penuh berkah itu, dalam terminologi tasawuf digunakan untuk menggambarkan kondisi puncak spiritual Nabi Muhammad SAW, yakni pencapaian tajalli, tersingkapnya hijab atau dinding yang menghalangi beliau dengan Tuhannya. Karena itu al-Qur’an menggambarkanya sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam di mana Malaikat Jibril mewakili Tuhan bertanazzul ke dalam jiwa Nabi Muhammad, menerima wahyu berupa al-Qur’an, dengan izin Allah, dan membawa kedamaian, keselamatan dan kebahagian sampai terbit fajar.

Rasulullah mencapai tajalli, yang digambarkan dengan lailat al-qadr, setelah beliau menjalani tahapan takhalli dan tajalli dengan tahannuts di gua Hira dan ibadah puasa. Malaikat (yang mewakili Allah) bertanazzul pada malam itu, dapat diartikan Nabi Muhammad telah berhasil mendekati Allah, bersanding bahkan bersatu dengan-Nya. Segala sifat-sifat atau nilai-nilai ketuhanan telah merasuk atau mengalami internalisasi dalam jiwa Nabi Muhammad. Nabi Muhammad juga memperoleh pencerahan berupa wahyu al-Qur’an, sebagai anugerah Allah, yang berfungsi sebagai pedoman dan petunjuk dalam mengarungi hidup dan kehidupan, yang akan mengantar umat manusia pada kedamaian, keselamatan dan kebahagiaan; dan akan membawa fajar kehidupan baru yang lebih baik seribu kali lipat dibandingkan kondisi kehidupan umat manusia sebelumnya.

Bagaimana dengan lailatur qadar bagi umat Islam pada umumnya?
Orang yang mengikuti langkah Nabi Muhammad bertakhalli dan tahalli dengan ibadah puasa juga akan berhasil mencapai tajalli, memperoleh lailat al-qadr, walaupun kualitasnya tidak sama dengan yang dicapai oleh Nabi Muhammad sendiri. Ia bisa mendapat tanazzul, bersanding dan bersatu dengan Tuhan, menyerap sifat-sifat, nilai-nilai dan cahaya ketuhanan; memperoleh pencerahan berupa ilham dan inspirasi kebaikan; memantulkan kembali sifat-sifat dan nilai-nilai ketuhanan dengan membawa kedamaian, keselamatan dan kebahagiaan bagi diri dan masyarakat.

Pendeknya, orang yang mencapai lailat al-qadr akan mengalami revolusi spiritual, ia memiliki kualitas jiwa yang jauh lebih baik dibandingkan manusia lainnya. Namun demikian, kualitas tajalli atau lailat al-qadr yang akan dicapai tiap orang yang berpuasa itu akan berbeda-beda, demikian juga waktu pencapaiannya, tergantung pada intensitas dan kegigihan masing-masing dalam melakukan takhalli dan tahalli dengan atau selama menjalani puasanya itu. Karena itu, bisa jadi ada yang berhasil menjumpai lailat al-qadr pada tanggal 21, 23, 25, 27 atau 29 Ramadan. Inilah yang dimaksud bahwa lailat al-qadr akan datang pada tanggal-tanggal ganjil sepertiga terakhir bulan Ramadan itu.

Kamis, 28 Juli 2011

Khutbah Jum'at Penghujung Sya'ban Jelang Ramadhan

MENGENAL NAFSU

Sekarang kita sudah berada di penghujung bulan Sya’ban. Setiap memasuki akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw mengingatkan kepada para sahabatnya bahwa yang akan datang adalah bulan yang mulia. Rasulullah saw menegas-kan: Qod azhollakum syahrun…
Telah datang kepada kalian, bulan yang mulia, bulan yang berkah, bulan yang terdapat lailatul qodr yang lebih baik dari 1000 bulan. Rahmat Allah melimpah, dosa-dosa diampuni secara otomatis bagi yang syiam di siang harinya dan qiyam di malam harinya, doa-doa diterima, pahala dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat, dan syetan-syetanpun dibelenggu oleh Allah, sehingga tertutuplah pintu neraka rapat-rapat dan terbukalah pintu surga lebar-lebar.
Kita berharap semoga Allah perkenankan kita untuk dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan, sesuai dengan doa yang kita panjatkan:
Berapa banyak saudara-saudara kita yang meninggal dunia menjelang Ramadhan. Jika Allah mengizinkan kita berjumpa dengan Ramadhan, maka mari sama-sama kita manfaatkan Ramadhan ini semaksimal mungkin dengan melaksanakan puasa yang sebenar-benarnya, diringi dengan memperba-nyak doa dan ibadah, memperhebat amal sholeh, dan menghiasi diri kita dengan akhlak yang mulia, sehingga tujuan puasa yang kita lakukan dapat tercapai, yaitu mem-bentuk pribadi yang bertakwa.
Puasa menurut pengertian bahasanya adalah al-imsak, yaitu menahan dan mengendalikan. Sedangkan pengertiannya secara luas adalah menahan diri dari urusan perut dan uru-san di bawah perut, dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.
Semua itu dilakukan agar kita mampu mengendalikan nafsu kita yang selama 11 bulan terlalu kuat menguasai diri kita. Berapa banyak manusia yang hancur kehidupannya, akibat nafsu yang selalu diperturutkan. Jika nafsu dapat diken-dalikan, maka demi Allah, kehidupan kita akan selamat dunia akherat dan predikat takwapun akan mudah untuk diraih.
Allah swt membekali manusia dengan 3 hal, yaitu nafsu, akal, dan hati. Nafsu selalu mengajak manusia kepada keburukan dan akal selalu menuntun manusia kepada kebaikan. Maka terjadilah pertarungan yang dahsyat antara keduanya. Jika nafsu menjadi pemenangnya, maka hati akan menjadi jahat dan menjadi jahatlah manusia itu. Namun jika akal menjadi pemenangnya, maka hati akan menjadi baik dan menjadi baiklah manusia itu.
Oleh karena itu, manusia mempunyai dua jalan dalam kehi-dupan ini, yaitu jalan untuk ingkar (fujur) dan jalan untuk taat (taqwa). Firman Allah dalam Q.S. asy-Syams (91): 8: “Maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.”
Manusia adalah makhluk dinamis, yaitu makhluk yang kondisi ruhaninya selalu berubah-ubah, kadang baik dan kadang jahat. Manusia bukan malaikat, makhluk statis yang selalu taat kepada Allah, dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi bagaimanapun. Manusia juga bukan iblis yang selalu membangkang kepada Allah swt. Namun dengan nafsunya, manusia dapat berubah melebihi ketaatan malaikat, bahkan dengan nafsunya pula manusia dapat berubah melebihi kedurhakaan iblis kepada Allah swt. Semua itu kembali kepada diri manusia itu sendiri, jikalau ia mampu menun-dukkan nafsunya, maka ia akan berada di jalan Allah menuju surga, akan tetapi jika ia jadi budak nafsunya, maka ia ber-ada di jalan iblis menuju neraka. Tinggal pilih, mau surga atau neraka?
Diceritakan dalam kitab Durrotun Nasihin, ketika Allah men-ciptakan nafsu, kemudian Allah bertanya kepadanya:
يَا نَفْسُ, مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟ أَنْتَ أَنْتَ أَنَا أَنَا
“Wahai nafsu, siapa Engkau dan siapa Aku?” Nafsu menjawab, “Engkau adalah Engkau dan aku adalah aku”.
Dengan sombong dan angkuhnya, nafsu tidak mau menga-kui Allah sebagai Penciptanya. Kemudian nafsu tersebut direndam oleh Allah selama 100 tahun dalam neraka. Nafsu inilah yang kemudian dikenal dengan An-nafsul Ammarah, yaitu nafsu yang cenderung kepada sifat sombong, angkuh, dengki, senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. Firman Allah: إِنَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ. “Sesungguhnya nafsu benar-benar memerintahkan perbuatan buruk.”
Setelah direndam dalam neraka, kemudian Allah bertanya kembali:
يَا نَفْسُ, مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟ أَنْتَ رَبٌّ وَ أَنَا عَبْدٌ
“Wahai nafsu, siapa Engkau dan siapa Aku? ” Nafsu menjawab, “Engaku adalah Tuhan, dan Aku adalah hamba.”
Dari jawabannya tersebut, ternyata nafsu masih tetap deng-an sifat egoisnya. Merasa malu di hadapan manusia, namun sombong di hadapan Allah swt karena masih belum mau tunduk kepada Allah 100%. Nafsu inilah yang disebut de-ngan “An-Nafsul Lawwamah.” Kemudian nafsu tersebut disiksa lagi oleh Allah swt di dalam neraka Ju’i wal Athsy, yaitu neraka lapar dan haus. Setelah itu, Allah bertanya kembali kepada nafsu:
يَا نَفْسُ, مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟ أَنْتَ رَبِّيْ وَ أَنَا عَبْدُكَ
“Wahai nafsu, siapa Engkau dan siapa Aku?” Nafsu menjawab, “Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu”.
Ternyata nafsu dapat dikalahkan oleh neraka lapar dan haus. Setelah nafsu dapat ditundukkan oleh lapar dan haus, maka nafsu itu menjadi tenang dan terkendali, sehingga ia mampu mengenal Allah dengan baik sebagai Penciptanya. Nafsu inilah yang disebut dengan “An-Nafsul Muthmainnah”, yaitu nafsu yang jinak, tenang, stabil, serta mudah untuk diken-dalikan, sehingga mudah untuk mentaati perintah Allah swt. Manusia dengan nafsu yang terkendali inilah yang nanti akan menghadap Allah dengan penuh keridhoan dari-Nya, sehing-ga dia diakui oleh Allah sebagai hamba-Nya dan telah disediakan surga untuknya. Firman Allah swt:
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan disertai ridhonya. Masuklah engkau ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surgaku.”
Oleh karena itu, mari sama-sama kita manfaatkan detik demi detik, jam demi jam dan hari demi hari di bulan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya jangan sampai terbuang sia-sia. Semoga puasa yang kita kerjakan menjadi amalan maqbulan dan mardhiya, sehingga kita menjadi hamba-hamba Allah yang menyandang predikat takwa, selamat di dunia dan selamat di akhirat ketika menghadap Allah swt. Amin.
Orang Hebat Berani Mengambil Resiko

Orang Hebat Berani Mengambil Resiko
Selalu ada satu saat di masa lalu ketika pintu terbuka, dan masa depan
masuk ke dalamnya dengan leluasa.
- Deepak Chopra -

Hidup manusia di dunia tidak lepas dari dua hal berikut: peluang dan resiko. Nasib setiap orang lebih banyak ditentukan oleh bagimana keduanya ditangkap dan dikelola daripada oleh yang lainnya. Peluang dan resiko ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Keduanya lekat tak terpisah. Menangkap peluang berarti sekaligus berani mengambil resikonya. Tidak ada peluang tanpa resiko. Sebaliknya, resiko adalah konsekuensi logis dari pilihan kita untuk menangkap setiap peluang. Memilih untuk menjadi pegawai, resikonya harus siap diperintah atasan. Sebaliknya, memilih untuk menjadi wirausahawan, resikonya penghasilan sering tidak menentu. Memilih untuk melamar anak orang, resikonya harus siap (saling) berbagi dan menanggung hidup masing-masing. Sebaliknya memilih hidup membujang, resikonya tiap hari kesepian di rumah, apalagi kalau malam datang, dan lain-lain.

Orang sering takut mengambil peluang karena takut resikonya. Pun setelah peluang diambil, banyak orang gagal karena tidak bisa mengatasi resiko. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sejatinya adalah resultan dari usaha seseorang dalam menangkap peluang dan mengatasi resikonya. Orang yang ingin berhasil - dalam hal apapun, dengan demikian, harus punya keberanian untuk menangkap peluang dan mengambil resikonya sekaligus. Menangkap peluang berarti menjadi orang-orang pertama (pioner) yang take action atas sesuatu hal. Sementara mengambil resiko diartikan sebagai tidak takut pada resiko serta punya bekal ilmu dan rencana untuk mengatasi resiko tersebut. Keberaniaan terakhir akan kita jadikan ciri kesekian dari orang hebat.

Keberaniaan mengambil resiko dalam pengertian di atas menjadikan orang tidak asal ambil resiko atau asal ambil peluang, tapi benar-benar keberaniaan yang didasarkan pada perhitungan yang memadai, bukan ke-nekad-an. Banyak orang gagal karena hal terakhir. Maunya dibilang berani, tapi sesungguhnya nekad. Banyak orang maunya berwirausaha, tapi malah jadi pengangguran. Banyak orang ingin rumah tangganya bahagia, tapi malah sebaliknya, dst. Apa yang dimaksud dengan perhitungan yang memadai sesungguhnya ada pada aspek perencanaan setiap orang. Sekali lagi, ini menegaskan betapa pentingnya perencanaan dan komitmen pelaksanaannya. Orang hebat punya itu. Punya rencana dan punya komitmen pelaksanaan. Sehingga ketika masanya tiba, peluang tak akan lari kemana, resiko tak harus jadi momok yang menakutkan.

Mereka, orang-orang hebat, selalu berusaha menjadi pioner (assabiqunal awwalun) atas berbagai peluang di hadapan. Tetapi, mereka memilih menjadi pioner yang punya perhitungan yang memadai. Sehingga keberanian mereka bukan ke-nekad-an yang dipaksakan. Mereka tidak takut menghadapi resiko karena mereka punya ilmu, wawasan, dan keterampilan, lalu mereka susun rencana, dan mereka punya komitmen pelaksanaan atasnya.

Dengan begitu, tidak ada istilah takut dalam kamus orang-orang hebat. Memang, adakalanya mereka harus hati-hati memutuskan. Ada masanya mereka harus memperhitungkan waktu, situasi, dan kondisi. Namun, ketika keputusan telah diambil, tak pantang menyerah pada masalah, tak pantang mundur apalagi kabur menghadapi masalah. Mereka selalu punya ruang yang luas untuk mengevaluasi, merencanakan kembali, dan memulai investasi lagi (baca: usaha perbaikan) atas pilihan peluang yang diambil.

Orang hebat melihat dan menjalani proses sebagai pembelajaran. Sehingga, jika kegagalan sekalipun yang datang, difahaminya sebagai jalan panjangnya kesuksesan. Apa yang muncul kemudian adalah pikiran-pikiran positif dan solutif atas permasalahan. Di sanalah letak keberanian orang hebat. Berani mengambil resiko karena punya rencana. Berani mengambil resiko karena punya cara pandang pembelajar. Mereka tak pernah berhenti berproses (on becoming) menjadi lebih baik sebelum akhirya menjadi yang terbaik. Maka benarlah apa yang diungkapkan oleh bait-bait puisi anonim berikut ini:

Resiko

Tertawa adalah mengambil resiko terlihat bodoh.
Menangis adalah mengambil resiko terlihat sentimental.
Menjangkau yang lain adalah mengambil resiko terlibat.
Mengungkapkan perasaan adalah mengambil resiko menunjukkan diri yang
sesungguhnya.
Menunjukkan gagasan dan impian anda di depan orang banyak adalah mengambil resiko
merasa malu.
Mencinta adalah mengambil resiko tidak dicinta.
Hidup adalah mengambil resiko mati.
Berharap adalah mengambil resiko putus asa.
Berusaha adalah mengambil resiko gagal.
Tapi resiko harus dihadapi, karena bahaya terbesar dalam hidup ini adalah tidak mengambil resiko sama sekali.
Orang yang tidak berani mengambil resiko tidak akan melakukan apa-apa, tidak punya apa-apa, dan bukan siapa-siapa.
Mereka mungkin menghindari penderitaan dan kesengsaraan, tapi mereka tidak bisa belajar, merasakan, mengubah, tumbuh, mencintai, atau hidup.
Dalam keadaan terikat oleh kepastian, mereka adalah para budak. Mereka telah mengekang kebebasan mereka sendiri.
Hanya orang yang berani mengambil resiko adalah orang yang bebas
Apa Si Nafsu Itu?

Keinginan manusia yang tersirat dalam akal pikirannya. Nafsu ada yang baik, yaitu nafsu yang tidak bertentangan dengan hati nurani serta perintah-perintah dan larangan-larangan yang Allah tetapkan. Namun ada pula nafsu yang buruk, yaitu nafsu yang hanya untuk memenuhi keinginan pikirannya saja, tanpa melibatkan hati nurani dan ketetapan Allah. Berikut ini adalah jenis-jenis nafsu menurut Islam.

Nafsu yang buruk:

Nasfu Amarah
adalah nafsu yang berbangga apabila membuat sesuatu kemungkaran.
mereka adalah dari golongan yang bermaksiat di mata dan di hatinya.
mereka adalah golongan ahli neraka.

Nafsu Lawamah
adalah nafsu yang menyadari apabila melakukan suatu kemungkaran.
golongan ini beramal tetapi masih ada riya, hasut, dengki dan sebagainya.
nafsu mereka tetap dilakukan walau mereka tahu itu salah.
mereka adalah golongan ahli neraka.

Nafsu Marhamah
adalah nafsu yang telah dapat membuang sifat tercela.
walaupun begitu, mereka masih mengkritik diri sendiri.
mereka adalah golongan ahli neraka.

Kemudian nafsu-nafsu yang baik adalah :

Nafsu Mutmainah
adalah nafsu yang lemah lembut.
mereka mendapat ketenangan dan menghilangkan gelisah di jiwa.
mereka adalah orang yang sholeh.
golongan ini adalah dijamin surga.

Nafsu Raudiah
adalah nafsu yang berusaha untuk melatih diri untuk mencintai Allah sepenuhnya..
mereka bergaul dengan orang banyak tetapi hatinya semata-mata hanya kepada Allah.
mereka bisa juga disebut sebagai Wali Allah.

Nafsu Kamaliah
adalah nafsu yang sempurna, nafsu yang hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul.

Nafsu Mardiah
adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. Keridhaan tersebut terlihat pada anugrah yang diberikan-Nya berupa senantiasa berdzikir, ikhlas, mempunyai karomah, dan memperoleh kemuliaan, sementara kemuliaan yang diberikan Allah SWT itu bersifat universal, artinya jika Allah memuliakannya, siapa pun tidak akan bisa menghinakannya, demikian pula sebaliknya orang yang dihinakan oleh Allah SWT, siapa pun tidak bisa memuliakannya.

Rabu, 20 Juli 2011

Sehat Dengan Berpikir Positif

Orang senantiasa berpikir positif mempunyai emosi yang stabil, bebas dari rasa stres dan depresi yang berkepanjangan, serta mampu meredam aktifnya gen yang berpotensi menimbulkan penyakit. Orang seperti ini memiliki daya tahan tubuh tinggi terhadap penyakit. Bahkan, terkadang makanan yang menurut perhitungan ilmu kedokteran dapat membahayakanya, tidak berpengaruh sedikitpun baginya. Dalam kehidupan sehari hari, dapat kita jumpai perokok berat, namun tetap segar bugar tidak mengalami gangguan sedikitpun meski telah berumur 90 tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Penyebabnya adalah karena pikiran dan perasaan positif mereka yang miliki merangsang gen positif mereka untuk meredam semua efek negatif yang muncul dari makanan atau rokok tersebut.

Pikiran dan perasaan positif memang sangat penting untuk menjaga tubuh tetap sehat. Menurut Kazuo Murakami, Ph. D., seorang ahli genetika dari Jepang, sebagian besar gen kita tidur dapat diaktifkan dengan kekuatan pikiran dan perasaan. Dalam bukunya yang berjudul The Divine Message of the DNA, Kazuo Murakami menyatakan bahwa faktor-faktor positif seperti kegembiraan, sukacita, keyakinan dan doa dapat mengatifkan gen-gen yang bermanfaat. Sementara faktor-faktor negatif seperti kegelisahan, stres, kesedihann, dan rasa takut, dapat dinonaktifkan gen yang bermanfaat dan sebaliknya mengaktifkan gen yang tidak bemanfaat.
Untuk membuktikan hipotesisinya ini, Kazuo Murakami bergabung dengan raksasa bisnis hiburan jepang, Yoshimoto Kogyo Co. guna mempelajari pengaruh tawa dan perasaan senang terhadap ekspresi gen. Secara spesifik, ia meneliti bagaimana tawa mempengaruhi tingkatglukosa darah pada orang yang mengidap diabetes tingkat 2. Dalam penelitianya itu, ia mengukur glukosa dara setelah puasa pada subjek tes. Lalu, sebagian dari mereka mendengarkan kuliah yang tidak lucu dan membosankan, sedangkan yang lain menonton pertunukan komedi yang lucu dan menyenangkan. Setelah aktivitas tersebut selesai, mereka kemudian dihidangkan makanan dan dipersilahkan untuk menyantapnya. Selanjutnya, Kazuo Murakami mengukur gula darah setelah makan mereka. Hasilnya, ia mendapati glukosa darah mereka yang mengikuti kuliah yang membosankan, meningkat 123 mg/dl. Sementara, mereka yang melihat filimkomedi yang lucu dan menyenangkan hanya naik sebesar 77 mg/dl. Penelitian tersebut menunjukan bahwa tawa memiliki efek menguntungkan bagi tingkat glukosa darah. Dan, tawa merupakan salah satu sikap positif.
Kekuatan Doa

Saya yakin bahwa kita semua percaya bahwa ada entitas yang lebih tinggi yang mengatur dan menguasai hidup manusia yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua yang anda miliki saat ini bukan semata-mata hasil usaha anda sendiri, namun karunia Tuhan lah yang mengijinkan semua itu terjadi. Yakinlah bahwa Tuhan tidak menginginkan anda gagal dan menjadi makhluk yang tak berguna. Tugas kita di dunia adalah menjadi alat-Nya untuk membantu sesama kita, dan itu tidak bisa terjadi jika kita gagal.
Oleh karena itu, percayalah bahwa Tuhan menginginkan anda untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil karena dengan demikian barulah anda bisa membantu orang lain. Ibarat diri anda adalah mobil, Tuhan lah pengemudinya. Jadi libatkanlah Tuhan dalam setiap perencanaan hidup yang anda buat, dan satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan-Nya adalah melalui doa.

Kekuatan sebuah doa tergantung dari kekuatan iman kita. Iman diukur dari seberapa besar anda percaya kepada-Nya. Percaya bahwa Dia ada dan percaya bahwa Dia mampu melakukan segala sesuatu jika Dia berkehendak. Oleh karena itu doa orang yang percaya sangatlah dahsyat kuasanya. Ungkapkan semua rencana yang akan anda lakukan didalam doa dan mintalah agar Tuhan yang membangun itu semua, bukan anda sendiri. Dengan demikian anda boleh yakin ‘mobil’ anda telah berada di jalur yang benar, bahkan bukan hal yang mustahil jika anda malahan ditempatkan di jalan tol sehingga perjalanan anda lebih cepat sampai. Namun semuanya itu hanya dapat terjadi jika anda meletakkan semua pekerjaan anda di dalam doa. Jadi jangan pernah meremehkan kekuatan doa.
Apa Itu Emosi?

Saya yakin Anda pernah mendengar atau membaca kata “emosi”, tetapi jika harus mendefinisikan, mungkin tidak mudah. Saya yakin Anda juga pernah beremosi atau menyadari bahwa Anda memiliki emosi. Kita pernah marah lalu ditegur,”Jangan emosi dululah”. Dala, konteks ini apakah marah sama dengan emosi? Tentu tidak sama. Kita pun pernah merasa senang, gembira, atau bahkan bersorak-sorai, misalnya ketika menyaksikan pahlawan bulu tangkis Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma mengalahkan lawan-lawanya di pertandingan final Olimpiade Bacelona 1992, dan juga ketika Taufik Hidayat berjaya di Olimpiade Athena 2004. Pada saat itu, emosi rakyat Indonesia meluap-luap bercampur perasaan gembira, haru, dan bangga, bahkan ada yang menangis menyaksikan Sang Saka Merah Putih berkibar diiringi lagu “Indonesia Raya”. Jadi apakah senang, gembira, harus sama dengan emosi? Tidak juga, walaupun dapat dikatakan sebagai bentuk atau model emosi, atau juga komponen emosi.

Jawabanya langsung dapat dicari di kamus, baik kamus bahasa maupun kamus ilmiah tetapi lebih tepatnya pada kamus psikologi. Anehnya, setisp ksmud menyajikan definisi yang berbeda seperti dalam dua Kamus Bahasa Indonesia ini yang bebeda pengarangnya mengatakan bahwa :

* Emosi : Luapan perasaan yang berkembang dan surut di waktu singkat. Keadaan dan reaksi psikologis (seperti kegembiran, kesedihan, keharuan, kecintaaan, keberanian yang bersifat subjektif)
* Emosi : Rasa hati, perasaan, gerak rasa seperti rasa sukacita, dukacita, pilu, iba murka dan sebagainya.

Keduanya memberikan makna yang berbeda. Pertama, emosi adalah sesuatu keadaan atau peristiwa yang berkaitan dengan perasaan. Kedua, makna emosi sama dengan perasaan.

Mari kita cari definisinya dari buku populer atau buku ilmiah. Menurut buku Emotional Intelligence, karya Daniel Goleman, seorang profesor psikologi : “Kata yang selalu saya rujuk dalam buku ini adalah emosi,istilah yang makna tepatnya masih membingungkan baik para ahli psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad.

Sesuai makna harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan :

* Emosi : Setiap kegiatan atau pergolakan perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.

Daniel Goleman mengganggap emosi merujuk pada perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, atau keadaan biologis dan psikologis seta serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi beserta campuran , variasi, mutasi, dan nuansanya. Para peneliti masih terus memperdebatkan mana yang dapat dianggap sebagai emosi primer, atau bahkan mempertanyakan apa benar ada emosi primer seperti itu. Sejumlah teoritikus mengklasifikasikan emosi menjadi kelompok besar, meskipun tidak semuanya sepakat. Diantaranya marah, sedih, cinta, terkejut, jengkel,dan malu. Sementara semua hasil penemuanPaul Ekman, ada empat kelompok utama, yaitu takut, marah, sedih, dan senang. Dan uraian ini Daniel Goleman sendiri belum sampai kesimpulan apa yang dimaksud dengan emosi.

Jika menghadapi situasi seperti ini, lebih baik kita tidak perlu menjadi pengikut salah satunya meskipun tidak boleh mengesampingkan yang lain. Berdasarkan hal ini, saya mengajak Anda untuk berusaha mengajukan pendapat sendiri, jadi saya akan berusaha merumuskan apa itu emosi dari sudut pandang yang berbeda. Kita perhatikan peribahasa asli Indonesia , warisan nenek moyang nanarif bijaksana:

“ Pikir itu Pelita Hati ”

Mari kita kaji peribahasa itu, baik dalam kesatuanya maupun kata demi kata. Peribahasa itu mengandung petuah dan sangat dekat dengan “hemat emosi” :

“ Gunakan akal budi sebaik-baiknya dan pertimbangkan segala sesuatu sebaik-baiknya menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana.”

Kita bahas makna kata-kata yang menyusun pribahasa itu yaitu “pikir”, “pelita”, dan “hati”.

“Pikir” berarti akal budi, nalar, ingatan, atau angan-angan yang bahasa modernya disebut imajinasi. “ Berpikir” berarti menggunakan akal budi atau nalar untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Ketika mempertimbangkan, dengan sendirinya ada dua objek. Pertama adalah peristiwa yang dihadapi dan disikapi, lalu diambil keputusan agar dapat menguntungkan serta baik adanya. Kedua adalah pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Kita semua tahu bahwa berpikir itu menggunakan otak, yang hasilnya kita rasakan setiap hari. Dengan peribahasa “ Pikir itu pelita hati”, dapat diketahui kesimpulan dari teori psikologi asli nenek moyang kita bahwa, “pikir berbeda dengan hati”, yang maknanya perasaan. Keterpiahan yang tidak total tapi saling berhubungan itu membimbing perasaan agar kita menjadi orang yang bijaksana.

Dengan demikian, nenek moyang kita memang sudah berteori bahwa pikiran dan perasaan merupakan satu kesatuan dimana perasaan menimbulkan tindakan, sementara pokir memberi tuntunan agar tindakan kita benar. Berikut ini adalah usul saya mengenai arti “emosi”:

“Suatu keadaan subjeltif dalam mengekspresikan perasaan, ketika menghadapi orang, perasaan, ketika menghadapi orang, peristiwa, atau benda.”



Buku refrensi :

Prof. Dr. Daldiyono, 2011. Hemat Emosi: Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer.
Cegah Perasaan Iri Hati Anda

Setiap orang pasti pernah merasakan iri hati, iri hati terhadap teman sekolah, teman kantor. Rasa iri hati biasanya muncul karena seseorang merasa di bawah orang yang diirikanya tersebut, misalnya teman anda berpakaian lebih menarik daripada anda, teman anda mempunyai handpone lebih canggih daripada anda. Semua itu muncul dibenak kita dan menimbulkan rasa iri kepada teman kita. Situasi ini berakibat pada terbelenggunya hidup anda dalam keirian hati anda tersebut dan tidak bisa mensyukuri anugrah Tuhan yang sudah diberikan kepada anda saat ini. Berikut ini adalah tips buat anda untuk mencegah rasa iri hati:

1. Bersyukurlah atas diri sendiri. Kita patut menghormati diri sendiri, juga bersyukur atas berkatNya. Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang kita miliki merupakan hasil kerja keras kita sendiri, dan hasilnya adalah yang terbaik pemberianNya.

2. Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Dulu saya sedih, kecewa, dan iri hati pada teman-teman saya yang tinggi tegap. Ketika beramai-ramai mendaftar ke AKBRI, saya gugur karena tinggi badan saya kurang 0,5 cm. Saya mengeluh mengapa Dia tidak memberi saya 0,5 cm lag. Ternyata kegagalan saya itu membawa berkah, karena saya dapat bersekolah dokter dan kini menjadi professor, misalnya.

3. Setiap orang memiliki rezeki sendiri-sendiri. Kita harus yakin bahwa pemberian Tuhan merupakan hasil dari upaya dan jerih payah kita. Kita wajib berusaha, Dia yang menentukan.

4. Kita boleh kagum atas keberhasilan orang lain, lalu berkata dalam hati: Jika ia dapat, mengapa saya tidak? Ini bukan iri hati, tetapi mencontoh orang lain, hanya saja yang diutamakan bukan hasilnya, melainkan meniru apa yang dikerjakan orang lain. Konsep ini lazim disebut patok duga (benchmark), yang maknanya bukan bersaing, tetapi mencontoh, bukan setara, menjadi sama dalam hal kualitas.

Nah, mulai sekarang hilangkanlah segala rasa iri hati yang mungkin ada dibenak anda. Menghilangkan semua hal-hal yang negatif di diri anda dapat meningkatkan taraf hidup anda dalam memperoleh kebahagiaan.
Berumur Panjang dengan Berpikir Positif

Li Chung Yun – Manusia Berumur 256 Tahun


"Jagalah agar hatimu tetap tenang, duduklah seperti kura-kura, berjalanlah dengan riang seperti merpati dan tidurlah seperti seekor anjing."

Itulah kalimat nasehat yang diberikan oleh Li Chung Yun ketika seorang kepala suku bernama Wu Pu Fei mengundangnya ke rumah dan menanyakan rahasia umur panjang. Li Chung Yun meninggal pada tanggal 6 Mei 1933. Saat itu usianya 256 tahun. Mr Li tinggal di propinsi Sichuan di Cina dimana umur panjang melambangkan kebesaran seseorang. Pada saat usianya 10 tahun, ia sudah berkelana ke Kansu, Shansi, Tibet, Annam, Siam dan Manchuria untuk mengumpulkan tanaman obat. Ia terus mengumpulkan tanaman obat hingga berumur 100 tahun.


Beberapa sumber mengatakan bahwa Mr.Li telah menguburkan 23 Istri dan pada saat meninggalnya ia hidup bersama istri ke 24. Dari ke-24 istrinya, Li memiliki anak cucu hingga 11 generasi dan berjumlah sekitar 200 orang. Ia memiliki kuku yang panjang sekitar 6 inci. Walapun usianya sudah 200 tahun lebih, namun dalam pandangan orang-orang ia kelihatan seperti seseorang yang berusia 60 tahun-an.
Menurut Mr. Li, ia lahir tahun 1736. Namun pada tahun 1930, seorang profesor dari departemen pendidikan universitas Chengdu yang bernama Wu Chung Chieh menemukan sebuah catatan dari kerajaan Cina yang memberikan ucapan selamat kepada Li Ching Yun atas ulang tahunnya yang ke-150 tahun. Ucapan selamat itu diberikan pada tahun 1827. Apabila pada tahun 1827 ia berulang tahun ke-150, maka itu berarti catatan kerajaan menunjukkan bahwa Mr. Li lahir pada tahun 1677 dan saat meninggal di tahun 1933, ia berumur 256 tahun.
Pada saat kematiannya, ucapan dukacita untuk Mr.Li dipublikasikan oleh media-media ternama dunia, termasuk The New York Times dan Times Magazine.


Apakah Li lahir tahun 1677 atau 1736 seperti pengakuannya ? Apabila ia lahir tahun 1736 sesuai pengakuannya, berarti ia meninggal pada usia 197 tahun, jauh lebih lama dibandingkan dengan orang tertua yang pernah tercatat yaitu Jeanne Louise Calment dari Perancis yang meninggal pada tahun 1997 di usia 122 tahun 164 hari. Sebelumnya, di Cina juga pernah tercatat adanya seorang yang bernama Chen Jun yang dipercaya meninggal pada usia 443 tahun.


Selama hidupnya, Mr Li dikenal sebagai seorang Herbalis dan ahli kungfu. Pada tahun 1749 ketika ia berumur 71 tahun, ia pindah ke kota Kai Xian untuk bergabung dengan pasukan Cina sebagai pelatih kungfu dan penasehat militer.
Kisah hidupnya kemudian mengalir seperti sebuah kisah dari film-film silat yang kita tonton. Salah seorang murid Mr. Li, yaitu Master Tai Chi bernama Da Liu menceritakan kisah ini. Pada saat Mr. Li berusia 130 tahun, ia berjumpa dengan seorang pertapa di sebuah gunung yang kemudian mengajarinya Jiulong Baguazhang (sembilan naga delapan diagram telapak tangan) dan Qigong (tenaga dalam) dengan instruksi pernapasan khusus, pergerakan dan cara mengkordinasikannya dengan suara spesifik serta rekomendasi makanan. Da Liu mengatakan bahwa Mr.Li dapat memiliki umur panjang karena ia secara teratur melakukan latihan-latihan tersebut setiap hari, secara teratur, dengan benar dan dengan tulus selama 120 tahun. Sampai saat ini, para praktisi Jiulong Baguazhang modern mengakui bahwa pengetahuan yang mereka peroleh berasal langsung dari Mr. Li.


Pada tahun 1933, ia meninggal dunia. Mr li pernah berkata kepada seorang sahabat,"Aku telah menyelesaikan semua hal yang harus diselesaikan di dunia ini, sekarang aku akan pulang." Li Chung Yun meninggal tidak lama setelah itu. Dan sejak itu muncullah Legenda Li Chung Yun, Manusia yang berumur 256 tahun.
Hindari Berpikir Positif yang Berlebihan

Tuhan telah menganjurkan umat-Nya untuk tidak berlebihan di muka bumi ini, termasuk dalam berpikir positif apalagi negatif. Sebab, segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Pada awalnya berpikir positif itu baik dan memang diharapkan bisa dilakukan oleh seluruh orang didunia. Namun apabila berlebihan, pikiran positif itu justru bisa menjadi pikiran negatif. Beberapa contoh berikut mungkin bisa membantu Anda memahami hal ini.

* Sikap ingin dihargai oleh orang lain, sikap selalu menjaga image, serta selalu menjaga sopan santun dan tata krama adalah positif. Tapi jika dilakukan secara berlebihan bisa menjadi gila hormat, tidak mau menerima saran dan terkesan sombong.
* Sikap teliti, hati-hati, dan serius adalah hasil dari berpikir positif . Tapi jika dilakukan berlebihan akan menjadi sesuatu yang negatif yaitu perasaan ketakutan akan apa yang dihadapi atau dikerjakan. Akibatnya, justru apa yang kita takutkan akan terjadi.
* Sikap mencintai orang lain adalah hal yang positif tapi jika berlebihan rasa itu berubah menjadi cemburu posesif, overproteksi, memanjakan, dan mengultuskan. Tentu saja ini semua berdampak tidak baik.
* Sikap berani dalah sikap positif, tapi jika dilakukan secara berlebihan akan menjadi sikap yang nekad, ceroboh, sombong dan ingin dipuji.
* Sikap penuh percaya diri dan optimis adalah sikap positif, namun jika terlalu percaya diri dan optimis akan berubah menjadi sesuatu yang negatif yaitu sombong, merasa paling benar sendiri, arogan, otoriter,overacting, merendahkan orag lain dan understimate maupun overstimate. Dan ini semua berdampak buruk.
* Sikap dewmawan, ringan tanagn, dan empati dan peduli kepada kesulitan orang lain merupakan hal yang positif, namun jika dilakukan secara berlebihan justru akan dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
* Sikap kerja keras untuk memperoleh kesuksesan adalah positif, namun jika dilakukan berlebihan akan berubah menjadi ambisius, takut gagal, dan mengagungkan kebahagian duniawi, dan melupakan ukhrawinya.
* Sikap ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dan berjuang di jalan Tuhan adalah benar. Tapi jika belebihan akan menjadi fanatik, ekstrem, merasa dirinya paling benar, dan dogmatis.

Itulah beberapa contoh sikap positif belebihan yang tanpa disadari justru bisa berubah menjadi negatif. Harapan saya anda dapat berpikir bositif tetap pada koridor-koridor yang tetap. Anda mampu mengelolanya secara proposional, sehingga tidak menimbulkan hal-hal justru akan merusak pikiran positif Anda.
Mengelola Kekuatan Pikiran Demi Kesuksesan

Sebuah kata bijak mengatakan, “Hari ini Anda tergantung pada pikiran yang datang saat ini. Besok Anda ditentukan oleh kemana pikiran membawa Anda. “ Memanglah benar adanya, karena segala sesuatu yang kita lakukan pastilah berawal dari pikiran kita. Pikirkanlah yang mendorong anda setiap perbuatan serta dampak yang ditimbulkan dari perbuatan yang kita lakukan itu. Dengan kata lain, pikiran akan memberi dampak yang sinkron. Pikiran yang baik akan memberikan dampak yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, pikiran yang buruk akan memberikan dampak yang buruk.
Berbicara tentang berpikir, maka kita tak bisa terlepas dari yang namanya otak. Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350 ccdan terdiri dari 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh sebab itu, terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Sebab, dari otaklah pikiran itu muncul.
Bagian otak yang berfungsi untuk berpikir disebut korteks atau neokorteks. Korteks atau neokorteks ini merupakan jaringan berlpat-lipat yang tebalnya kira-kira 3 milimeter dan membungkus hemisfer-hemisfer. Hemisfer berfungsi mengendalikan sebagian besar fungsi yang mendasar seperti gerak otot dan pencerapan. Sementara, korteks berfungsi memberikan makna terhadap apa yang kita lakukan dan kita cerap. Selain itu, korteks juga berperan penting dalam memahami kecerdasan emosional. Korteks memungkinkan kita mempunyai perasaan tentang perasaan kita sendiri, memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa kita mengalami perasaan tertentu, dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya.
Adapun bagian otak yang bertanggung jawab terhadap pengaturan emosi dan impuls adalah sistem limbik. Sistem limbik ini terletak jauh di dalam hemisfer otak besar. Sistem limbik terdiri atashippocampus dan amigdala. Hippocampus adalah tempat berlangsungnya proses pembelajaransemosi dan tempat disimpanya ingatan emosi. Disini terjadi perekaman dan pemaknaan pola persepsi, ingatan naratif, serta pengenalan perbedaan makna. Sedangkan amigdala merupakan pusat pengendalian pada otak.Amigdalam memproses hal-hal yang berkaitam dengan emosi. Rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan lainya tergantung pada amigdala. Hubungan antara korteks dan amigdala inilah yang menentukan kecerdasan emosi(emotional quotient) seseorang.
Otak manusia yang berukuran kecil tersembunyi di balik batok kepala yang mempunyai miliaran sel saraf tersebut yang mampu menguasai kehidupan pemiliknya. Otak yang menghasilkan pikiran mampu menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian, dan rasa percaya diri pemiliknya. Otak mampu menguasai dunia, menjinakannya, dan bahkan menghancurkanya. Dengan kata lain, apa yang terjadi di bumi ini adalah hasil dari pemikiran manusia itu sendiri. Sungguh betapa besarnya kekuatan pikiran. Oleh karena itu, amatlah penting bagi kita untuk mengelola pola pikir atau mindset positif agar menghasilkan sesuatu yang positif.

Selasa, 19 Juli 2011

KISAH NYATA: HIDAYAH SEORANG PELACUR


Suatu hari saya kedatangan seorang wanita cantik dan seksi, Tina namanya.
Tina: Assalaamu’alaikum!
Saya: Alaikum salam, monggo pinarak, ada perlu apa yah Mba?
Tina: Maaf Pak, saya Tina, saya mau minta tolong, tiap malam saya ini “jualan”, bagaimana agar jualan saya laris?
Saya: Maaf Mbak, Sampean salah alamat, saya ini bukan paranormal.
Dengan berbagai cara saya lakukan biar Tina cepat pulang, tapi tetap kekeh duduk di kursi. Lama-lama saya kasihan juga.
Saya: Begini aja Mbak, kalau Sampean ingin rizki barokah jangan tinggalkan shalat bagaimanapun keadaanmu!
Tina: Maaf Pak, saya ini pelacur, apakah shalat saya diterima Allah?
Saya: Jangan mikir diterima atau tidak, yang penting laksanakan dulu.
Tina: Iya Pak, akan saya laksanakan, tapi saya tidak punya rukuh atau mukena.
Akhirnya istri saya memberi rukuh pada si Tina.
Tiga tahun telah berlalu, datanglah Tina bersama seorang laki-laki sambil menangis berlari memeluk istri saya (untung bukan saya yang dipeluk).
Saya: Monggo pinarak. Ada apa kok nangis begini, Sampean siapanya Tina, Mas?
Laki-laki itu menjawab: Saya Dedi Gus, suami Tina.
Saya: Subhanallaah… Bagaimana ceritanya Mas, kok Sampean bisa nikah sama Tina?
Akhirnya Dedi bercerita. Begini Gus, saya seorang kontraktor. Suatu malam saya booking si Tina, saya bawa Tina ke sebuah hotel. Sampai hotel jam 9 malam. Setelah bercerita-cerita, akhirnya saya sama Tina masuklah ke kamar hotel, tanpa basa-basi saya ciumi Tina, saya buka bajunya. Tatkala itulah Tina berbisik di telinga saya, “Maaf Mas, saya belum shalat Isya, saya tak shalat dulu ya Mas.” Akhirnya saya marah sekali. Ngapain kamu shalat? Tetapi dengan lembut si Tina ngomong sama saya, berilah kesempatan 10 menit saja untuk shalat, waktu kita masih banyak, sekiranya tidak cukup, saya beri bonus besok semalam, asal saya diberi kesempatan shalat. Akhirnya, saya izinkan si Tina untuk shalat. Dia membuka tasnya. Ternyata betul tasnya berisi rukuh atau mukena. Lantas Tina ke kamar mandi berwudhu, lantas Tina shalat. Saya lihat Tina shalat, saya dengarkan Tina berdoa sambil menangis, tanpa terasa saya pun ikut menangis. Di saat itulah saya tersadar dan berniat untuk bertaubat. Akhirnya Tina saya antar pulang ke rumahnya. Saat itu juga saya lamar ke orang tuanya untuk saya jadikan istri saya.
Saya: Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin, terus ada apa Sampean kemari?
Dedi: Begini Gus, kami sudah menikah 3 tahun yang lalu, Alhamdulillah sudah dikaruniai seorang anak laki-laki. Sekarang kami mau minta doa restu kepada Gus untuk menunaikan ibadah haji.
Saya: Allaahu Akbar walillaahil hamd!
Tanpa terasa air mataku menitik haru sambil seraya mengangkat tangan: “Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a’yunin waj ‘alnaa lil muttaqiina imaama.”
Kisah nyata ini sudah mendapat persetujuan langsung dari yang bersangkutan. Ternyata hidayah tidak mengenal siapa dia, tempat, dan waktu. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita. Amin.
Sumber: Gus Ali Alfa Blyt