Dengan ridho Allah dan rahmat Allah dari dunia sampai akhirat

Kamis, 20 Oktober 2011

Kita Saat Ini Adalah Raja

Ada satu negeri yang sangat aman, rakyatnya makmur dan sentosa. Hal ini karena negeri itu diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijak. Raja ini selalu memperhatikan dan mementingkan kesejahteraan rakyatnya.

Suatu malam Sang Raja ingin keliling negeri melihat langsung kondisi rakyatnya. Dengan ditemani beberapa orang menteri dan pembantunya. Sang Raja secara diam-diam pergi keliling negeri. Di suatu rumah Sang Raja mendengar rintihan seorang pemuda yang kelaparan. Si Ibu dengan suara lemah mengatakan kepada anaknya bahwa dia sudah tidak memiliki lagi persediaan makanan.
Sang raja mendengar itu dan langsung bertanya kepada menterinya, bagaimana hal ini
bisa terjadi? Setelah berunding, mereka sepakat untuk secara diam-diam membawa sang anak ke istana malam itu juga dan mengangkatnya menjadi raja selama sehari.
Setelah si pemuda itu tertidur, secara diam-diam para ponggawa membawanya ke istana tanpa sepengetahuan siapapun.

Di istana si pemuda itu ditidurkan dalam kamar tidur yang besar dan mewah. Pagi harinya ketika terbangun, dia terheran-heran. Beberapa pembantu istana menjelaskan bahwa dia saat ini di istana kerajaan dan diangkat menjadi raja. Para pembantu istana sibuk melayaninya.
Sementara itu di tempat terpisah si ibu kebingungan dan cemas karena kehilangan anaknya. Dicarinya kemana-mana tapi sang anak pujaan hati tetap tak ditemukannya.
Siang harinya sambil menangis bercucuran air mata si ibu pergi ke istana raja untuk meminta bantuan. Namun di gerbang istana si ibu tertahan oleh para penjaga istana.
Penjaga memberi tahu raja barunya bahwa di luar istana ada seorang ibu tua lusuh dan
kelaparan. Raja kemudian memerintahkan untuk memberi sedekah satu karung beras kepada ibu tua tersebut.

Malam harinya sang raja tidur kembali di kamarnya yang megah dan mewah. Tengah malam secara ponggawa istana secara diam-diam memindahkan kemballi pemuda yang sedang tidur lelap itu ke rumah ibunya. Esok pagi si ibu sangat gembira karena telah menemukan kembali anaknya yang hilang kemarin. Sebaliknya si Pemuda heran kenapa dia ada di rumahnya kembali. Si ibu bercerita bahwa kemarin dia mencarinya kesana-kemari hingga pergi ke istana untuk minta bantuan, dan pulangnya dia diberi oleh raja sekarung beras. Si Anak segera menyadari bahwa dia kemarin yang memberi sekarung beras itu. Kemudian bergegas dia pergi ke istana dan menghadap raja, minta diangkat kembali menjadi raja.

Sang raja menolak. Si Pemuda tetap memohon, bahkan kalau perlu diangkat menjadi raja setengah hari saja. Jika dia menjadi raja, dia ingin mengirim beras ke ibunya lebih banyak lagi, tidak hanya sekarung seperti kemarin. Sang raja tetap menolak permohonan pemuda itu. Sambil menghiba-hiba pemuda itu minta hanya sejam saja bahkan beberapa menit saja. Sang raja tetap menolak dengan alasan waktumu menjadi raja sudah habis. Dengan perasaan sangat menyesal dan menangis si pemuda pulang kembali ke rumah gubuknya dan melihat hanya ada sekarung beras di rumahnya, yang sebentar lagi juga habis dimakan mereka berdua.

Dia sangat menyesal mengapa waktu dia menjadi raja tidak mengirim beras banyak-banyak ke ibunya itu. Kini kesempatan itu telah hilang dan tak akan kembali. Itulah tamsil penyesalan di akhirat bagi kita yang amalnya sedikit ketika hidup di dunia. Bukankah kita saat ini masih hidup di dunia? Yes… karena itu, jangan sia-siakan kesempatan ini.

Kita saat ini adalah raja…

Kamis, 18 Agustus 2011

Membangun Generasi Qurani

Friday, 02 May 2008 08:02
Mimbar Jumat

Sebagaimana menurut Mufassir kenamaan Manna Khalil Qattân, bahwa Al Quran adalah firman Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (Refleksi Menyongsong MTQ Tingkat PT se-Sumut Di UNIVA Medan)
WASPADA Online


H.M. Nasir, Lc., MA
Agusman Damanik, MA

Sebagaimana menurut Mufassir kenamaan Manna Khalil Qattân, bahwa Al Quran adalah firman Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan berbahasa Arab, tidak ada keraguan padanya, bernilai ibadah dalam membacanya. Dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Pengertian tentang Al Quran yang dikemukakan oleh Manna Khalil Qattân tersebut, merupakan bentuk penyadaran kepada seluruh umat Islam untuk lebih memahami eksistensi Al Quran di era globalisasi. Era globalisasi yang ditandai dengan era perubahan, kemajuan maupun persaingan telah menghantarkan manusia untuk bersaing di alam arena peningkatan kualitas, loyalitas dan moralitas.

Namun sangat disayangkan, kebanyakan manusia, khususnya umat Islam yang terlibat dalam persaingan tidak berpedoman dengan kitab suci yang telah memuat berbagai strategi pemenangan baik dari aspek teologi sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Sehingga mereka mengalami kekalahan yang ironi dan menyedihkan. Dikatakan ironi dan menyedihkan (Yahudi dan nasrani) sebab lawan persaingannya menggunakan strategi yang bersumber dari rujukan representatif dan dapat dipertanggung jawabkan yaitu Al Qur’anul Karim dibanding kitab-kitab suci yang lain. Pernyataan penulis di atas merupakan renungan bagi kita untuk bergerak bersama membangun generasi Qurani, dengan kata lain, mari kita bangun dari keterninaboboan yang selalu bangga dengan berbagai mimpi tentang kebesaran dan kesombongan menuju “rumah idaman” yang disinari dengan nilai-nilai Al Quran. Adapun cara terbaik membangun generasi Qurani dengan menggunakan rumus 4 M + 1 A yaitu membaca, menghayati, mengamalkan, dan membumikan Al Quran.

Pertama, Membaca
Membaca Al Qur’an memiliki nilai ibadah atau dapat menambah pahala bagi setiap pribadi seorang muslim, yang selalu mencari keridhaan Allah SWT. (Yabtaghmna Fadlan minallâh wa ridhwanâ). Namun untuk meraih tambahan pahala tersebut, seorang muslim harus mampu membaca Al Quran dengan baik dan lebih baik membaca Al Quran dengan baik dimaksud bahwa seorang muslim harus bisa membaca Al Quran minimal sesuai standard metode Iqra’ yang paling dasar (Iqra’ 1, 2, 3, dan 4). Sedangkan maksud membaca Al Quran yang lebih baik, membaca Al Quran dengan menggunakan metode Tajwid bahkan ditambah penggunaan lagu Al Quran sesuai standard penilaian MTQ (lagu Bayati, Soba, Hijaz, Ras, Nahawand, Sika, Ziharkah) dan lain sebagainya.

Terkait dengan pahala yang diperoleh seseorang ketika membaca Al Quran, Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Barang siapa yang membaca Al Quran, maka baginya sepuluh kebaikan, bukan “Çáã” adalah satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf. Hadits Nabi di atas, membedakan motivasi konstruktif bagi setiap muslim untuk lebih memperbanyak membaca Al Quran, selain bernilai ibadah, juga dapat menjadi obat penawar bagi hati seorang muslim yang dirundung kegelisahan menghadapi problematika kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat alIsra’ ayat 82 : “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”

Kedua, Menghayati
Menghayati dapat diartikan memahami makna terdalam dari Al Quran. Dimulai dari mengetahui arti ayat yang dibaca, kemudian memahami isi kandungannya. Dengan mengetahui arti ayat yang dibaca, maka seseorang akan membaca dengan penuh kekhusu’an. Sebab ia terhanyut dan terikut dalam rangkaian arti ayat-ayat Al Quran tersebut. Pada akhirnya, menghantarkan seseorang untuk menjadikan Al Quran bacaan harian dalam mengisi “ruang rindu” kehidupan. Sebaliknya, seseorang yang tidak mengetahui arti ayat yang sedang dibaca, laksana keledai membawa berbagai bentuk buku-buku di atas punggungnya. (Kalhimâru yahmi asfârôn) namun tetap diberi pahala oleh Allah Swt. Adapun memahami isi kandungan Al Quran mengetahui secara mendasar ilmu tentang Al Quran, baik mengenai ayat-ayat Makkiyah dan Madaniah, asbab alnuzul, al nasikh wal mansukh dan lain sebagainya. Penguasaan keilmuan kita tentang Al Quran akan mengokohkan keyakinan kita tentang kebenaran Al Quran sebagai panduan dalam kehidupan. Namun dalam hal penguasaan ilmu tentang Al Quran dapat dihitung jari jumlahnya, kendatipun demikian paling tidak kita mengetahui arti ayat Al Quran yang kita baca.

Ketiga, Mengamalkan
Nabi Muhammad SAW. tidak saja memerintahkan kepada umatnya untuk membaca dan menghayati Al Quran, lebih dari itu Nabi menyuruh kepada umatnya untuk mengamalkan isi kandungan Al Quran dalam kehidupan. Terkait dengan pengamalan isi kandungan Al Quran, seorang muslim sejati akan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kekasihnya (Allah) daripada orang lain (selainnya). Dengan demikian, pedagang muslim yang mengamalkan Alquran selalu menjauhi perbuatan curang dan zalim. Pemimpin muslim yang mengamalkan Alquran selalu menjauhi sifat khianat dalam menjalankan agenda pemerintahannya. Bahkan da’i muslim Qurani akan tetap istiqamah untuk tidak berlaku munafiq dalam menyampaikan dakwahnya, sehingga Alquran yang dibaca tidak melaknat si pembaca itu sendiri, Nabi Saw. bersabda : “Betapa banyak pembaca Alquran, sedangkan Alquran itu sendiri melaknatnya”. (Al Hadits).

Keempat, Membumikan
Membumikan Al Quran merupakan integrasi dari membaca, menghayati dan mengamalkan Al Quran. Membumikan berarti adanya kontinuitas untuk mengamalkan sekaligus mensyiarkan Al Quran dalam kehidupan, baik dengan mengadakan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) maupun Musabaqah ‘Amalul Quran (MAQ). Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) sebagai salah satu sarana untuk mensyiarkan Islam dan meningkatkan kualitas pengetahuan generasi muslim tentang Al Quran yang terdiri dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), Musabaqah Fahmil Quran (MFQ), Musabaqah Syarhil Quran (MSQ), Musabah Khattil Quran (MKQ) dan lain sebagainya. Namun musabaqah yang seyogyanya disosialisasikan adalah Musabaqah ‘Amalul Quran) (MAQ), yakni perlombaan untuk mengamalkan Al Quran dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, politik, ekonomi maupun teknologi, walaupun selalu dihadapkan dengan pembunuhan dan kurungan budaya.

Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Alquran merupakan subjek sekaligus objek. Alquran merupakan subjek dalam arti dia dapat merobah moralitas manusia dan menghidupkan jiwa yang mati sehingga menjadi generasi Qurani yang didambakan. Alquran merupakan sebagai objek bukan hanya untuk diperlombakan tetapi dia harus dibumikan, dan upaya untuk mencapai ke arah itu paling tidak mengamalkan. Rumus 4 M + 1 A (Membaca, Menghayati, Mengamalkan dan Membumikan Alquran).Wallahua’lam

Penulis : Ketua Panitia MTQ antar Perguruan Tinggi se-Sumut.
Koordinator Bidang Tilawah MTQ antar Perguruan Tinggi se-Sumut.

Rabu, 17 Agustus 2011

secuil pengalaman

by Cucu Surahman on Thursday, April 21, 2011 at 3:49pm

Hari ini Leiden memang sangat sempurna. Hampir-hampir aku menyimpulkan inilah surga yang Tuhan janjikan pada masyarakat Arab 14 abad yang lalu itu. Hari ini aku saksikan sungai-sungai/kanal nan bersih mengalir dengan tenang, ku dapatkan bunga-bunga yang berwarna-warni bermekaran, dan ku lihat aneka macam burung dengan riang beterbangan. Hangatnya suasana dan segarnya udara musim semi bertambah sempurna dengan berlalu-lalangnya bidadari nan cantik jelita. Semua ini menambah ingatanku akan surga yang Tuhan gambarkan dalam kitab suci-Nya, yaitu surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai mengalir dan wanita-wanita suci yang selalu siap mendampingi. Aku berpikir, inikah surga yang didambakan para teroris itu dan karena sudah tak tahan tuk mendapatkannya, mereka rela membunuh mereka sendiri.



Dari sini aku juga berpikir, bagaimanakan kiranya bila wahyu Qur’ani itu diturunkan di negeri ini. Aku menduga mungkin bukan sungai-sungai yang digambarkan, tapi mungkin udara hangat seperti hari inilah yang dilukiskan, keadaan yang hanya terjadi di musim-musim tertentu setiap tahunnya. Ahh itu hanya menduga-duga. Tapi memang bagiku surga sejatinya adalah gambaran atas segala sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang indah dan menentramkan.

Percikan-percikan surga itu memang ada di tempat ini. Betapa tidak. Apa-apa yang didambakan bangsa kita dapat ditemukan di sini. Tidak ada hiruk-pikuk dan kemacetan yang biasa aku temukan di ibu kota Jakarta. Kereta api dua tingkat yang gagah, sebagai alat transportasi masal, hari ini telah mengantarkanku ke Denhaag dengan nyaman dan sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.



Inilah di antara hal yang membuatku kagum pada negeri ini, tentunya di samping segala macam sistem dan prosedur yang luar biasa. Semoga ini bukan merupakan keterepesonaan seorang pelajar Muslim pada Barat seperti yang biasa dituduhkan kaum fundamentalis kepada orang-orang yang belajar dan mengambil hikmah di sarang para Orientalis. Bagiku ini adalah kenyataan. Di mana bangsa kita memang jauh tertinggal dari bangsa Barat. Aku hanya berharap akan suatu masa di mana Indonesia bisa menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera, di mana rakyatnya bisa merasakan hak-haknya sebagai seorang manusia. Mereka bisa makan, minum dan bertempat tinggal secara wajar. Bisa menikmati pola hidup yang baik, fasilitas transportasi yang baik, bisa menyeimbangkan unsur fisik, mental dan spiritualnya. Di samping siap menyongsong kehidupan abadi, juga bisa menikmati kelayakannya di dunia ini.



Aku tidak sedang bicara spiritualitas. Yang ingin aku katakan adalah pola hidup yang sehat. Pola hidup sehat bangsa ini terlihat dari relatif panjangnya masa hidup mereka. Ku saksikan kakek-kakek dan nenek-nenek yang bisa menikmati masa tuanya. Mereka berjalan bergandengan tangan dan duduk di depan kafe menikmati minuman dan makanan kecil di tengah hangatnya belaian mentari. Sungguh damai. Tidak seperti kebanyakan para lansia di negeriku Indonesia yang masih harus tetap bekerja hanya untuk sesuap nasi dan menyambung hidup mereka sehari-hari.



Untuk urusan dunyawi, memang bangsa kita patut belajar dari bangsa ini. Janganlah merasa malu untuk mencontoh mereka. Tanpa meninggalkan agama dan spiritualitas yang kita yakini, kita pasti bisa seperti mereka. Tentu untuk itu kita harus meneladani sikap mulia mereka, seperti kerja keras, kerja cerdas, disiplin, jujur, dan seterusnya, yang sebetulnya merupakan inti ajaran agama kita, tapi mungkin belum bisa kita optimalkan. Memang keadaan mereka adalah bentuk akumulasi antara kesehatan, kecerdasan, dan teknologi. Dengan ini semua mereka tambah jauh meninggalkan kita.



Terkait kerja keras yang cerdas, teman kamarku yang berbangsa Belanda pernah bicara, orang Asia itu rajin dan pekerja keras, sambil menunjuk kepada seorang teman lain yang berasal dari Asia, tapi ia tidak efektif dan efesien. Apa yang dikerjakan orang Asia sebulan dapat kami selesaikan dua minggu saja, kata temanku tadi. Inilah maksud dari kerja keras yang cerdas.Terkait dengan kejujuran, aku juga punya pengalaman. Ketika itu flashdisk-ku ketinggalan di komputer Universitas. Aku sudah menyangka kalau FD ku akan hilang. Setelah aku melihat kenyataan bahwa di komputer yang sebelumnya aku pakai, FD itu telah tiada. Pasrah saja dan tidak terlalu berharap ia akan kutemukan kembali. Seperti kebanyakan kasus di negeriku, biasanya ia akan lenyap. Jangankan FD yang kecil wujudnya [tapi besar nilainya], motor saja raib tak pernah ada kabar. Tapi di negeri ini, ternyata tidak demikian. sehari setelah itu ternyata aku mendapati satu pesan elektronik yang dikirim pihak Kampus yang menyatakan FD anda tertinggal di komputer kampus dan silahkan diambil. Luar biasa.



Inilah secuil pengalamanku di negeri yang katanya dihuni orang-orang kafir [dalam hal agama], yang mengikuti aturan thaguth. Di sini mungkin perlu ditekankan, dalam urusan muamalah, kita harus bekerja sama, saling pinjam, saling beri. Janganlah menutup diri atas kemajuan peradaban bangsa lain. Dan dalam urusan keyakinan, biarkanlah hati kita masing-masing menjaganya. Satu lagi yang perlu dicatat, dalam urusan muamalah, rasionalitas harus menempati posisi yang tinggi, sehingga apapun yang berkaitan dengannya, rasio bisa mengambil peran. Hanya dengan ini, bangsa kita memiliki harapan untuk mengejar ketertinggalan.



20 April 2011

C.S.

Larangan Minum Sambil B'diri

by Cici Fauziah on Sunday, May 15, 2011 at 4:00pm

Mengapa Rasulullah SAW m'larang kita minum smbil b'diri?? T'nyata, secara medis di dlm tubuh manusia ada p'nyaring yg b'nama SFRINGER, saringan itu bisa m'buka ketika kita du2k n m'nutup ketika berdiri, Air yg kita minum belum 100%steril untuk diolah tubuh. Jika kita minum sambil berdiri, air tdk disaring karena SFINGER t'tu2p & jika air yg ga disaring itu langsung masuk ke KANDUNG KEMIH, dapat m'nyebabkan p'nyakit KRISTAL ginjal.. Masya Allah dlm SUNNAH RASULULLAH SAW ada mukjizat & manfaat bgi manusia & dijamin ga ada g merugikan smua printah & larangannya adalah bentuk cinta beliau t'hadap kita..

Menulis Berbasis Otak

by Rochmad Widodo on Friday, May 20, 2011 at 9:18am

Menulis Berbasis Otak

Oleh R.W. Dodo*

Setiap penulis memang unik. Antara penulis satu dengan yang lain mempunyai kekuatan sendiri-sendiri pada kata yang dirangkainya. Ada yang dominan letak kekuatannya pada manis racikan kata yang dibuat, akan tetapi kurang begitu kuat dibagian informasi dan makna. Ada juga yang informasinya sangat kuat, detail dan banyak hal baru, akan tetapi lemah kemasan struktur bahasanya. Dan tak jarang, ada banyak penulis yang mampu segalanya, dari berbagai aspek semua benar-benar bertenaga.



Selain pada titik kekuatan karya, letak keunikan penulis juga ada pada proses berkarya. Tiap penulis mempunyai proses relatif tidak sama dalam menerjemahkan imajinasinya menjadi kata yang bermakna. Bahkan, seorang penulis bisa jadi mempunyai perbedaan gaya pada setiap menulis karya, baik itu terkait pada proses internal kerja otaknya maupun proses eksternal yang menunjangnya dalam berkarya.

“Saya kalau menulis harus berurutan. Kalau ternyata ada yang lupa, maka saya akan langsung cari tahu dulu di google,” begitulah aku beberapa peserta di Writer University menjelaskan bagaimana mereka melakukan proses menulis.

“Saya sih, lebih suka menulis yang saya sudah paham betul. Kalau ternyata yang saya pahami bagian bab 4, ya saya tulis bab 4. Walaupun bab 2 dan 3 belum saya buat. Nanti tidak masalah buat bab 2 dan 3 setelah bab 4 selesai dibuat. Dari pada nanti saya malah lupa,” komentar yang lain.

Bisa jadi para pembaca juga menjadi penulis yang ketika menulis sama seperti salah satu tipe di atas. Atau bahkan mempunyai tipe yang berbeda, gabungan antara keduanya?

Pada dasarnya, sah-sah saja mau menjadi tipe yang mana. Memang tidak ada patokan bahwa jika menggunakan gaya satu di antaranya bisa memastikan karya yang dibuat akan lebih bagus. Atau sebaliknya, jika menggunakan yang lain akan jelek. Dan pada catatan ini, kita tidak akan membahas pada sisi itu. Akan tetapi, akan membahas lebih jauh memahi bagaimana proses otak bekerja saat menulis.

Otak Kanan dan Otak Kiri Penulis

Semua aktifitas kita, tidak akan lepas dari proses kerja otak, termasuk di antaranya menulis. Tetapi, masih jarang sekali penulis memperhatikan pola kerja otaknya ketika berkarya. Memang ketidaktahuan penulis tentang pola kerja otak tidak selalu menjadi penentu kualitas karyanya. Karena justru yang lebih berpengaruh adalah bagaimana bisa memaksimalkan kinerja otaknya. Ya, buktinya banyak penulis yang karyanya hebat, bertenaga, dan best seller, mereka tidak tahu kinerja otak. Walaupun demikian, tentu alangkah lebih baik jika kita tahu kinerja dan bisa memaksimalkannya.

Pada tahun 1960-an, Roger Sperry melakukan sebuah penelitian fungsi otak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat sebuah perbedaan dua fungsi otak sebelah kiri dan kanan manusia, dan hal tersebut membentuk sifat, karakteristik serta kemampuan yang berbeda pada seseorang.

Roger Sperry menyatakan bahwa, otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ). Sedangkan otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.

DePorter (2004:36) mengungkapkan bahwa proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. Otak kiri berdasarkan realitas mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikir sesuai untuk tugas-tugas teratur, ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi audiotorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Untuk belahan otak kanan cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.

Jadi, ketika kita menulis pada dasarnya menyinergikan kedua otak kita (kanan dan kiri). Saat kita menulis naskah fiksi, imajinasi kita ada di bagian kerja otak kanan, sedangkan bagian penerjemahan imajinasi ke kata menjadi serangkaian kalimat ada di bagian kerja otak kiri. Seorang penulis yang baik, kedua otaknya akan bersinergi dengan kompak sehingga tulisan yang dihasilkan pun menjadi imajinatif dan bahasa yang terkemas runut juga bernyawa.

Lain halnya bagi beberapa penulis yang belum seimbang antara kinerja kedua otaknya. Sekalipun kinerja otak kanannya bagus, imajinasinya benar-benar unik dan berbeda, tanpa diimbangi dengan otak kiri yang bagus, maka hasil tulisannya pun akan jadi dangkal. Bahkan, jika memaksakan diri untuk menghidupkan solusi dari otak kirinya, bisa jadi kinerja otak kanannya pun juga terhenti.

Pernah mengalami kebingungan memilih kata saat menulis? Lalu, terus memaksakan diri mencari diksi itu dengan berpikir keras dan ternyata setelah itu jadi lupa bagaimana lanjutan ceritanya? Ya, itulah yang saya maksud dengan kasus di atas.

Mungkin teman-teman jadi terbersit pertanyaan, “lalu bagaimana cara menyeimbangkan otak kanan dan kiri kita saat menulis?”

Subconsious Mind (Pikiran Bawah Sadar)

Cara mengisi daftar kata-kata di otak kiri bisa dilakukan dengan membaca, menghafal kosa-kata, mencermati orang berbicara, dan sebagainya. Tapi, hal itu tidak cukup untuk menjadi bekal agar otak kiri kita bisa benar-benar hidup saat menulis dan membantu menerjemahkan keliaran imajinasi kita menjadi kemasan kalimat yang menarik. Karena sejatinya, daya simpan memori otak kiri kita tidaklah sedahsyat yang kita kira. Daya kerja otak kiri kita menurut penelitian kekuatannya tidak lebih hanya bisa digunakan dalam waktu 3 jam. Selebihnya sudah tidak maksimal.

Pernah kalian menghafalkan rumus-rumus matematika, atau arti kata bahasa Inggris di sekolahan dan sesampainya di rumah sudah lupa? Coba diingat, apakah teman-teman masih ingat pelajaran yang sempat kalian hafal di bangku SD, SMP, SMA?

Ya, ada yang masih ingat. Tapi, porsinya sangat kecil sekali. Dan perlu diketahui, pada dasarnya yang diingat itu bukanlah pada taraf kinerja pikiran sadar kita di otak kiri. Tidak lain, itu adalah data ingatan kita yang tersimpan di pikiran bawah sadar.

Pikiran bawah sadar adalah pikiran yang bekerja secara otomatis dan bertahan lama. Adapun pola terbentuknya pikiran bawah sadar kita bekerja bersumber dari repetation (pengulangan), belief (keyakinan), dan impression (kesan). Hafalan yang kita ingat sampai sekarang sejatinya bukanlah karena hafalan kita, tapi biasanya dikarenakan memang sering diulang digunakan dalam keseharian hidup kita, atau kalau tidak begitu karena kita memang benar-benar terkesan yang diakibatkan dari kejadian yang berhubungan dengan hidup kita.

Dalam menulis, akan sangat bagus sekali jika memang dibangun dengan pola pikiran bawah sadar yang bekerja. Jadi, yang menerjemahkan imajinasi tidak hanya sekedar otak kiri, tapi pikiran bawah sadar. Sehingga, kata bisa spontan tertata dengan sendirinya tanpa harus berpikir keras untuk memilah-milah kata yang tepat, dan bisa menghentikan kreatifitas otak kanan dalam berimajinasi. Adapun cara yang bisa dilakukan untuk menghidupkannya yaitu tidak lain juga dengan tiga prinsip pola terbentuknya pikiran bawah sadar, dari repetation (pengulangan), belief (keyakinan), dan impression (kesan).

Memang tepat, jika banyak trainer kepenulisan menyarankan kepada para penulis pemula agar terus menulis, menulis dan menulis. Karena dengan demikian, mareka akan melakukan repetation (pengulangan) yang akan membentuk pikiran bawah sadarnya sendiri. Begitupun juga saran mereka menyuruh para penulis mereka agar menulis saja, jangan khawatir tulisan itu bagus atau tidak. Karena pada dasarnya itu adalah proses menghidupkan pikiran bawah sadarnya dengan membentuk belief (keyakinan) pada si penulis pemula. Mungkin selanjutnya yang perlu digali lagi adalah impression (kesan)-nya. Bagaimana mereka dibuat agar bisa berkesan ketika menulis?

Atau teman-teman mau bercerita tentang kesan saat menulis? Silakan tuliskan kesannya setelah benar-benar menulis! ^_^

Semoga bermanfaat! ***

NEW SONG KAHFI karya OM B

RODA DUNIA

Ayo kawan mari sini berbicara
cari gagasan ide sampaikanlah
cepat tinggalkan luka bahagialah
ciptakan rasa suka damai dunia

walau hal yang terkecilpun nikmatilah
karena hidup didunia ini hanya sebentar
ayo kawan mari sini bergabunglah
berikanlah sumbangsihmu cipta karya
cepat tinggalkan luka pikirkanlah
ciptakan esok lusa gapai semua

Walau hal yang terkecilpun nikmatilah
karena hidup didunia ini hanya sebentar

reff :
Tiada satupun orang yang tau siapa kita?
Kalau hidup ini hanya berpangku tangan
Tiada satupun orang yang kenal siapa kita?
Nyanyikanlah lagu warna roda-roda dunia... dunia... dunia...

Profesor Atheis Masuk Islam

REPUBLIKA.CO.ID-Sejak kecil Dr Jeffrey Lang dikenal ingin tahu. Ia kerap mempertanyakan logika sesuatu dan mengkaji apa pun berdasarkan perspektif rasional. “Ayah, surga itu ada?” tanya Jeffrey kecil suatu kali kepada ayahnya tentang keberadaan surga, saat keduanya berjalan bersama anjing peliharaan mereka di pantai. Bukan suatu kejutan jika kelak Jeffrey Lang menjadi profesor matematika, sebuah wilayah dimana tak ada tempat selain logika.

Saat menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dam Boys High, sebuah SMA Katholik, Jeffrey Lang memiliki keberatan rasional terhadap keyakinan akan keberadaan Tuhan. Diskusi dengan pendeta sekolah, orangtuanya, dan rekan sekelasnya tak juga bisa memuaskannya tentang keberadaan Tuhan. “Tuhan akan membuatmu tertunduk, Jeffrey!” kata ayahnya ketika ia membantah keberadaan Tuhan di usia 18 tahun.

Adsblock | Wizurai Belajar bisnis online Kursus php online Usaha jamur tiram

Ia akhirnya memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang berlangsung selama 10 tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, hingga akhirnya memeluk Islam.

Adalah beberapa saat sebelum atau sesudah memutuskan menjadi atheis, Jeffrey Lang mengalami sebuah mimpi. Berikut penuturan Jeffrey Lang tentang mimpinya itu:

Kami berada dalam sebuah ruangan tanpa perabotan. Tak ada apa pun di tembok ruangan itu yang berwarna putih agak abu-abu.

Satu-satunya ‘hiasan’ adalah karpet berpola dominan merah-putih yang menutupi lantai. Ada sebuah jendela kecil, seperti jendela ruang bawah tanah, yang terletak di atas dan menghadap ke kami. Cahaya terang mengisi ruangan melalui jendela itu.

Kami membentuk deretan. Saya berada di deret ketiga. Semuanya pria, tak ada wanita, dan kami semua duduk di lantai di atas tumit kami, menghadap arah jendela.

Terasa asing. Saya tak mengenal seorang pun. Mungkin, saya berada di Negara lain. Kami menunduk serentak, muka kami menghadap lantai. Semuanya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Kami serentak kami kembali duduk di atas tumit kami. Saat saya melihat ke depan, saya sadar kami dipimpin oleh seseorang di depan yang berada di sisi kiri saya, di tengah kami, di bawah jendela. Ia berdiri sendiri. Saya hanya bisa melihat singkat punggungnya. Ia memakai jubah putih panjang. Ia mengenakan selendang putih di kepalanya, dengan desain merah. Saat itulah saya terbangun.

Sepanjang sepuluh tahun menjadi atheis, Jeffrey Lang beberapa kali mengalami mimpi yang sama. Bagaimanapun, ia tak terganggu dengan mimpi itu. Ia hanya merasa nyaman saat terbangun. Sebuah perasaan nyaman yang aneh. Ia tak tahu apa itu. Tak ada logika di balik itu, dan karenanya ia tak peduli kendati mimpi itu berulang.

Sepuluh tahun kemudian, saat pertama kali memberi kuliah di University of San Fransisco, dia bertemu murid Muslim yang mengikuti kelasnya. Tak hanya dengan sang murid, Jeffrey pun tak lama kemudian menjalin persahabatan dengan keluarga sang murid. Agama bukan menjadi topik bahasan saat Jeffrey menghabiskan waktu dengan keluarga sang murid. Hingga setelah beberapa waktu salah satu anggota keluarga sang murid memberikan Alquran kepada Jeffrey.

Kendati tak sedang berniat mengetahui Islam, Jeffrey mulai membuka-buka Alquran dan membacanya. Saat itu kepalanya dipenuhi berbagai prasangka.

“Anda tak bisa hanya membaca Alquran, tidak bisa jika Anda tidak menganggapnya serius. Anda harus, pertama, memang benar-benar telah menyerah kepada Alquran, atau kedua, ‘menantangnya’,” ungkap Jeffrey.

Ia kemudian mendapati dirinya berada di tengah-tengah pergulatan yang sangat menarik. “Ia (Alquran) ‘menyerang’ Anda, secara langsung, personal. Ia (Alquran) mendebat, mengkritik, membuat (Anda) malu, dan menantang. Sejak awal ia (Alquran) menorehkan garis perang, dan saya berada di wilayah yang berseberangan.”

“Saya menderita kekalahan parah (dalam pergulatan). Dari situ menjadi jelas bahwa Sang Penulis (Alquran) mengetahui saya lebih baik ketimbang diri saya sendiri,” kata Jeffrey. Ia mengatakan seakan Sang Penulis membaca pikirannya. Setiap malam ia menyiapkan sejumlah pertanyaan dan keberatan, namun selalu mendapati jawabannya pada bacaan berikutnya, seiring ia membaca halaman demi halaman Alquran secara berurutan.

“Alquran selalu jauh di depan pemikiran saya. Ia menghapus aral yang telah saya bangun bertahun-tahun lalu dan menjawab pertanyaan saya.” Jeffrey mencoba melawan dengan keras dengan keberatan dan pertanyaan, namun semakin jelas ia kalah dalam pergulatan. “Saya dituntun ke sudut di mana tak ada lain selain satu pilihan.”

Saat itu awal 1980-an dan tak banyak Muslim di kampusnya, University of San Fransisco. Jeffrey mendapati sebuah ruangan kecil di basement sebuah gereja di mana sejumlah mahasiswa Muslim melakukan sholat. Usai pergulatan panjang di benaknya, ia memberanikan diri untuk mengunjungi tempat itu.

Beberapa jam mengunjungi di tempat itu, ia mendapati dirinya mengucap syahadat. Usai syahadat, waktu shalat dzuhur tiba dan ia pun diundang untuk berpartisipasi. Ia berdiri dalam deretan dengan para mahasiswa lainnya, dipimpin imam yang bernama Ghassan. Jeffrey mulai mengikuti mereka shalat berjamaah.

Jeffrey ikut bersujud. Kepalanya menempel di karpet merah-putih. Suasananya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Ia lalu kembali duduk di antara dua sujud.

“Saat saya melihat ke depan, saya bisa melihat Ghassan, di sisi kiri saya, di tengah-tengah, di bawah jendela yang menerangi ruangan dengan cahaya. Dia sendirian, tanpa barisan. Dia mengenakan jubah putih panjang. Selendang (scarf) putih menutupi kepalanya, dengan desain merah.”

“Mimpi itu! Saya berteriak dalam hati. Mimpi itu, persis! Saya telah benar-benar melupakannya, dan sekarang saya tertegun dan takut. Apakah ini mimpi? Apakah saya akan terbangun? Saya mencoba fokus apa yang terjadi untuk memastikan apakah saya tidur. Rasa dingin mengalir cepat ke seluruh tubuh saya. Ya Tuhan, ini nyata! Lalu rasa dingin itu hilang, berganti rasa hangat yang berasal dari dalam. Air mata saya bercucuran.”

Ucapan ayahnya sepuluh tahun silam terbukti. Ia kini berlutut, dan wajahnya menempel di lantai. Bagian tertinggi otaknya yang selama ini berisi seluruh pengetahuan dan intelektualitasnya kini berada di titik terendah, dalam sebuah penyerahan total kepada Allah SWT.

Jeffrey Lang merasa Tuhan sendiri yang menuntunnya kepada Islam. “Saya tahu Tuhan itu selalu dekat, mengarahkan hidup saya, menciptakan lingkungan dan kesempatan untuk memilih, namun tetap meninggalkan pilihan krusial kepada saya,” ujar Jeffrey kini.

Jeffrey kini professor jurusan matematika University of Kansas dan memiliki tiga anak. Ia menulis tiga buku yang banyak dibaca oleh Muslim AS: Struggling to Surrender (Beltsville, 1994); Even Angels Ask (Beltsville, 1997); dan Losing My Religion: A Call for Help (Beltsville, 2004). Ia memberi kuliah di banyak kampus dan menjadi pembicara di banyak konferensi Islam.

Ia memiliki tiga anak, dan bukan sebuah kejutan anaknya memiliki rasa keingintahuan yang sama. Jeffrey kini harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama yang dulu ia lontarkan kepada ayahnya. Suatu hari ia ditanya oleh anak perempuannya yang berusia delapan tahun, Jameelah, usai mereka shalat Ashar berjamaah. “Ayah, mengapa kita shalat?”

“Pertanyaannya mengejutkan saya. Tak sangka berasal dari anak usia delapan tahun. Saya tahu memang jawaban yang paling jelas, bahwa Muslim diwajibkan shalat. Tapi, saya tak ingin membuang kesempatan untuk berbagi pengalaman dan keuntungan dari shalat. Bagaimana pun, usai menyusun jawaban di kepala, saya memulai dengan, ‘Kita shalat karena Tuhan ingin kita melakukannya’,”

“Tapi kenapa, ayah, apa akibat dari shalat?” Jameela kembali bertanya. “Sulit menjelaskan kepada anak kecil, sayang. Suatu hari, jika kamu melakukan shalat lima waktu tiap hari, saya yakin kami akan mengerti, namun ayah akan coba yang terbaik untuk menjawan pertanyaan kamu.

Hidup adalah Perjuangan: Kisah Nyata Seorang Tukang Bajaj

Di acara salah satu stasiun TV swasta yang berjudul nilai kehidupan, dikisahkan tentang seorang ibu yang naik bajaj. Ketika bajaj berhenti menunggu lampu merah, tiba-tiba ada pengemis tua yang minta belas kasihan si ibu untuk bersedekah kepadanya. Si ibu memberikan sedekah kepada pengemis tua tersebut. Setelah itu, bajaj jalan lagi. Tukang bajaj kemudian berkomentar, “Ibu sebaiknya tidak memberikan sedekah kepada pengemis, itu mendidik dia untuk malas.” Si ibu menjawab, “Kasihan Bang, dia sudah tua.” Tukang bajaj hanya diam tidak berkomentar lagi. Ketika sampai di tempat tujuan, si ibu memberikan satu lembar uang 50 ribuan. Tukang bajaj bilang, “Ongkosnya cuma 20 ribu bu, uang pas saja, saya tidak ada kembalian.” Kata si ibu tersebut, “Tidak ada lagi Bang, cuma selembar-lembarnya.” Akhirnya tukang bajaj bilang, “Kalau begitu saya tukarkan dulu di warung bu.” Maka turunlah si tukang bajaj. Ketika tukang bajaj keluar dari bajajnya, alangkah terkejutnya si ibu karena melihat tukang bajaj berjalan sambil jinjit tertatih-tatih, ternyata kakinya hanya satu, satu lagi buntung. Ketika itu dia tertegun kemudian meneteskan air mata. Luar biasa, dalam kondisi demikian rupa, ia tetap masih berjuang untuk mencari nafkah. Pantas saja dia berkomentar tentang pengemis tadi. Sesungguhnya diapun pantas untuk menjadi pengemis kalau dia mau, karena kondisi fisiknya sudah memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Ada sebuah nilai kehidupan yang didapat sang ibu.

Kalo binatang punya facebook kira2 statusnya kaya gini kali ya

Kalo binatang punya facebook kira2 statusnya kaya gini kali ya
by Heru A. Muawin on Tuesday, July 5, 2011 at 2:12pm

Anjing pudel : Nunggu di jemput chayangku mo ke salon neeh.
Kecoa : Baru aja selamet dri injekan maut.
Sapi : HuH sbel susuku di raba2 lg oleh majikanku, dikiranya gw jablay apa, damn!
Kucing : Anak gw yg ke7 barusan nanya sapa bapaknya, gw bingung mw jwb apa, gw sendiri lupa bpknya siapa
Nyamuk : Gw positif HIV AIDS, gra2 salah isep, hiks.
Ayam : Teman2 klo bsk gw ga update brati gw di goreng, luv u all.
CumiCumi : Abis isi ulang tinta neeh.
Babi : Gw difitnah nyebarin flu, sialan.
Kambing : Jgn kluar rumah friends bentar lg idul adha.
Giliran kutu : salah masuk ni kok bau pesing ya

ABOUT TASAWUF

by Mumuh Mursyidi on Wednesday, August 10, 2011 at 12:56pm

Dapat copy-paste...

Banyak sekali kajian historis mengenai Tasawuf atau Sufi. Ada sejumlah pendekatan yang dilakukan untuk menganalisa lintasan sejarah Tasawuf atau Thariqat Tasawuf, antara lain:

1. Kajian terhadap teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang berkaitan dengan dimensi Sufistik.
2. Kajian terhadap profil para tokoh Sufi dengan pemikiran, pandangan, tindakan dan karya-karyanya.
3. Kajian filosufi dibalik ungkapan Sufistiknya.
4. Kajian praktek Sufistik dan Thariqatnya dari masa ke masa.
5. Kisah-kisah Sufi.

Sebagaimana diketahui Islam lahir dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw. dengan doktrin-doktrin keagamaan, bersifat eksoteris dan esoteris, atau bersifat lahiriyah maupun batiniyah. Kedua doktrin tersebut bermuara pada satu titik, yang disebut dengan Titik Tauhid. Yaitu meng-Esakan Allah swt. baik dalam keyakinan maupun amaliyah ummat manusia. Oleh sebab itu, kelak akan muncul sejumlah istilah atau terminologi dalam ilmu-ilmu Islam sebagai pendekatan lain dari pemahaman amaliyah Islam itu sendiri.

Unsur-unsur Tauhid (theology) dalam tradisi historis Islam, lebih banyak responsinya ketika Rasulullah Muhammad saw, berada di Makkah, baru ketika hijrah ke Madinah sejumlah doktrin tentang amaliyah yang kelak disebut dengan doktrin Syari’at diturunkan. Lebih jauh tentang kajian historis responsi doktrin keagamaan antara periode Makkah dan Madinah ini, bisa dilihat dari beberapa kitab tentang Asbabun Nuzul, yaitu kajian tentang sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an, dan Asbabul Wurud, berkait dengan sebab-sebab munculnya hadits Nabi saw.

Sementara itu, fungsi-fungsi hadits Nabi antara lain menjelaskan praktek Al-Qur’an, — dan karenanya kedudukan Hadits juga setara dengan Wahyu – lebih banyak memberikan petunjuk yang bersifat historis, yaitu kepentingan-kepentingan zaman saat itu, walaupun, kedua sumber agama itu tetap bersifat universal dan a historis. Apalagi ketika, sumber-sumber tersebut dibuat telaah seputar dunia esoteris, maka fungsi-fungsi historis hanya sebagai pelengkap belaka, selebihnya justru elemen-elemen fundamental akan muncul sebagai landasan pandangannya.

Seluruh ummat Islam pada periode Rasulullah saw, baik ketika di Makkah maupun di Madinah, sama sekali tidak memunculkan potensi-potensi konflik, apalagi muncul suatu kontradiksi , baik dari segi pemahaman keagamaan maupun raktek keagamaan, bahkan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hal demikian karena ummat Islam terikat suatu kesepakatan terhadap kedua sumber utama praktek ibadah mereka, sementara Rasul Muhammad saw, menjadi rujukan utama setiap masalah, sekaligus menjadi hakim atas semua persoalan yang muncul.



Tetapi perbedaan mulai muncul, terutama dalam soal pandangan yang bersifat publik, yaitu mengenai Khilafah paska Rasulullah saw, sepeninggal beliau. Perbedaan pandangan ini memuncak ketika periode Khalifah Utsman bin Affan – ra, dan Ali bin Abi Thalib – semoga Allah memuliakan wajahnya –. Kelak perbedaan ini turut mewarnai munculnya faksi-faksi dalam praktek Islam, dan turut memberikan warna terhadap sejarah perkembangan Tasawuf itu sendiri, yang beriringan dengan dinamika sejarah Teologi dan mazhab-mazhab fiqih.

Istilah-istilah yang menjadi terminologi dalam Tasawuf, juga tidak pernah terekam, secara akademis dalam sejarah periode Islam awal. Bahkan di zaman Nabi kata Sufi, kata Syari’at, Hakikat, atau pun Thariqat, tidak dimunculkan sebagai istilah tersendiri dalam praktek keagamaan. Hal itu semata karena para Sahabat dan Tabi’in, adalah sekaligus para pelaku Syari’at, Thariqat dan Hakikat itu sendiri, dalam kesehariannya. Hanya satu setengah abad kemudian, istilah-istilah itu muncul dengan terminologi tersendiri, dalam kerangka memudahkan praktek ke-Islaman yang sebenarnya.

Untuk melihat sejarah Tasawuf, definisi seputar Tasawuf dari para pelaku serta tokoh-tokohnya sangat membantu alur hitoris itu hingga dewasa ini. Pada zaman Nabi saw. kita mengenal istilah yang sangat komprehensif mengenai dunia esoteris, yang disebut dengan Al-Ihsan. Dalam riwayat Al-Bukhari, disebutkan oleh Rasulullah saw, dalam sabdanya:

“Hendaknya engkau menyembah kepada Allah seaakan-akan engkau melihatNya, maka apabila engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Bukhari)

Istilah Al-Ihsan tersebut, dalam prakteknya, memunculkan tradisi agung dalam Islam, yaitu amaliyah batin yang kekal membangunkan suatu akademi esoteris yang luar biasa. “Seakan-akan melihat Allah dan Allah melihatnya,” adalah puncak dari prestasi moral seorang hamba Allah disaat sang hamba berhubungan denganNya.

Proses-proses berhubungan itulah yang kemudian diatur dalam praktek Tasawuf. Karena dalam setiap tradisi Thariqat Tasawuf yang memiliki sanad sampai kepada Rasulullah saw. – kelak disebut dengan Thariqat Mu’tabarah – menunjukkan bahwa tradisi Sufistik sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah saw. Hanya saja tradisi tersebut tidak terpublikasi secara massif mengingat dunia esoteris adalah dunia spesifik, dimana tidak semua khalayak menerimanya.

Metode2 Dzikir dan pelaksanaannya yang dilakukan melalui Baiat pada Rasulullah saw. menggambarkan hubungan-hubungan psikhologis antara Rasul SAW ketika itu dengan para sahabat dan Allah swt.

Di lain pihak, tradisi akademi Tasawuf nantinya melahirkan produk-produk penafsiran esoterik atau metafisik, terhadap khazanah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Selain Al-Qur’an secara khusus punya penekanan terhadap soal-soal Tasawuf, ternyata seluruh kandungan Al-Qu’ran juga mengandung dimensi batin yang sangat unik. Jadi tidak ada alasan sama sekali untuk menolak Tasawuf, hanya karena beralasan bahwa Tasawuf tidak ada dalam Al-Qur’an. Padahal seluruh kandungan Al-Qur’an tersebut mengandung dua hal : dzahir dan batin, syari’at dan hakikat.

Prof. Dr. Said Aqiel Siradj mencatat bahwa istilah Tasawuf, kebanyakan refrensi menyebutkan muncul dari Ma’rif al-Karkhy (w. 200). Namun Said Aqil cenderung berpihak pada Abu Abdillah (Abu Musa) Jabir bin Hayyan bin Abdillah al-Kufi al-Azdy (w. 161 H.) salah satu murid dari Ja’far ash-Shadiq yang terkenal dengan temuannya, Aljabar. Jabir bin Hayyan inilah yag pertama kali mendapat gelar sebagai Sufi, karena sebagai seorang ilmuwan matematik dan kimia, Jabir justru memasuki dunia Sufi dengan segala penemuannya.

Kesadaran Jabir bin Hayyan memasuki dunia Sufi bermula dari aksioma Dhomir (kata ganti): Ana (aku, orang pertama), Huwa (dia, orang ketiga) dan Anta (kamu, orang kedua). Ketiga kata ganti tersebut bisa melekat pada satu orang, semisal Ahmad. Ketika ia menyebut dirinya pasti menggunakan kata ganti Ana, jika ia tidak ada ditempat maka ia disebut dengan Dia, sementara ketika ia ada di hadapan Anda, maka Anda menyebutnya Anta. Lalau kemana larinya Ana, Anta, Huwa, setelah Ahmad meninggal dunia? Jabir menyimpulkan bahwa semua dlomir yang yang disandang itu kembali kepada Yang berhak mempunyai Ana, Anta dan Huwa, yaitu Allah swt.

Kemudian pada abad ketiga hijriyah dinamika tasawuf baru pada taraf Tasawuf Sunni (akhlaqy). Baru kemudian menurut Said Aqil, berkembang Tasawuf Falsafi sebagaimana digaungkan oleh Abu Yazid al-Bistamy (w.261H.), disusul Abu Mansur Al-Hallaj (w.309) masing-masing dengan teori Al-fana’ dan Anal Haq. Dua abad berikutnya muncullah as-Suhrawardi al-Maqtul dengan pandangan Isyraqynya, disusul Muhammad bin Abu Bakr Ibrahim bin Abi Ya’kub Ishak al-Aththar (w. 621 H), memperkenalkan teori Al-Ittihad. Hampir bisa diskatakan bahwa puncak prestasi dari Tasawuf falsafy itu pada Ibnu Araby.

Abdurrahman as-Sulamy (W. 412 H) dalam kitabnya Thabaqatus Shufiyah, membagi generasi Sufi menjadi lima periode hingga peridodenya. Kitab Thabaqatus Shufiyah tersebut sangat berperan besar dalam menyatukan visi besar kaum Shui, mengingat ucapan-ucapan para tokoh Shufi dikutip di sana, bahkan dengan sejumlah landasan Al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebelumnya Ulama dan Sufi besar ini menulis buku yang cukup bagus pula, Tarikhus Shufiyah. Sebelumnya para Ulama Shufi juga menulis, walaupun tidak sekomprehensif As-Sulamy, beberapa kitab tentang sejarah dan biografi para Sufi. Antara lain:

Thabaqatun Nusaak, karya Abu Sa’id Ibnul A’raby (W. 341 H) yang sering dibuat refrensi utama oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’.

Akhbarush-Shufiyah waz-Zuhad, tulisan Muhammad bin Dawud bin Sulaiman, yang populer dengan Abu Bakr an-Naysabury (W. 342 H.)

Tarikhush-Shufiyah , karya Ahmad bin Muhammad bin Zakaria an-Nasawy az-Zahid (W. 396 H).

As-Sulamy dalam Thabaqat, merinci sejumlah nama besar dari seluruh periode itu, dengan lima generasi. Generasi ini menurut As-Sulamy adalah generasi terbaik, yang meletakkan dasar-dasar utama Sufi, dan masuk dalam katergori sabda Rasulullah saw:

“Sebaik-baik ummat manusia adalah generasi abadku, kemudian generasi abad yang berikutnya, lalu generasi abad berikutnya” (HR. Bukhari)

Generasi inilah yang juga pernah diprediksi oleh Rasulullah saw, dalam sabdanya: “Ummatku senantiasa ada empat puluh orang, berperilaku dengan budi pekeri Ibrahim Al-Khalil Alaihissalam, manakala ada suatu perkara datang, mereka diserahi.”

Generasi pertama sampai generasi kelima, berjumlah 100 tokoh Sufi, masing-masing generasi terdiri 20 tokoh:

Generasi pertama:

Al-Fudhail bin ‘Iyadh; Dzun Nuun al-Mishry; Ibrahim bin Adham; Bisyr Al-Hafy; Sary as-Saqathy; Al-Harits al-Muhasiby; Syaqiq al-Balkhy; Abu Yazid al-Bisthamy; Abu Sulaiman ad-Darany; Ma’ruf Al-Karkhy; Hatim al-Asham; Ahmad bin Abil Hawary; Ahmad bin Hadhrawiyah; Yahya bin Mu’adz ar-Razy; Abu Hafsh an-Naysabury; Hamdun al-Qashshar; Manshur bin Ammar; Ahmad bin Ashim al-Anthaky; Abdullah bin Khubaiq al-Anthaky dan Abu Turab an-Nakhsyaby.

Generasi Kedua :

Abul Qasim al-Junaid; Abul Husayn an-Nuury; Abu Utsman al-Hiry an-Naysabury; Abu Abdullah ibnul Jalla’; Ruwaim bin Ahmad al-Baghdady; Yusuf bin ibnul Husain ar-Razy; Syah al-Kirmany; Samnun bin Hamzah al-Muhibb; Amr bin Utsman al-Makky; Sahl bin Abdullah at-Tustary; Muhammad bin Fadhl al-Balkhy; Muhammad bin Ali at-Turmudzy; Abu Bakr al-Warraq; Abu Sa’id al-Kharraz; Ali bin Sahl al-Asbahany; Abul Abbas bin Masruq ath-Thusy; Abu Abdullah al-Maghriby; Abu Ali az-Juzajany; Muhammad dan Ahmad, keduanya putra Abul Ward; Abu Abdullah As-Sijzy.

Generasi Ketiga :

Abu Muhammad al-Jurairy; Abul Abbas bin Atha’ al-Adamy; Mahfud bin Mahmud an-Naisabury; Thahir al-Muqaddasy; Abu Amr ad-Dimasyqy; Abu Bakr bin Hamid At-Turmudzy; Abu Ishaq Ibrahim al-Khawash; Abdullah bin Muhammad al-Kharraz ar-Razy; Bunan bin Muhammad al-Jamal; Abu Hamzah al-Baghdady al-Bazzaz; Abul Husayn al-Warraq an-Naisabury; Abu Bakr Al-Wasithy; Al-Husayn bin Mashur al-Hallaj; Abul Husayn bina s-Shaigh ad-Dainury; Mumsyadz ad-Dinawary; Ibrahim al-Qashshar; Khairun Nasaj; Abu Hamzah al-Khurasany; Abu Abdullah ash-Shubaihy; Abu Ja’far bin Sinan.

Generasi Keempat :

Abu Bakr asy-Syibly; Abu Muhammad al-Murtaisy; Abu Ali ar-Rudzbary; Abu Ali Ats-Tsaqafy; Abdullah bin Muhammad bin Manazil; Abul Khair al-Aqtha’ at-Tinaty; Abu Bakr al-Kattany; Abu Ya’qub an-Nahrajury; Abul Hasan al-Muzayyin; Abu Ali ibnul Katib; Abul Husayn bin Banan; Abu Bakr bin Thohir al-Abhury; Mudzaffar al-Qurmisainy; Abu Bakr bin Yazdaniyar; Abu Ishaq Ibrahim ibnul Maulid; Abu Abdullah bin Salim al-Bashry; Muhammad bin Alyan an-Nasawy; Abu Bakr bin Abi Sa’dan.

Generasi Kelima :

Abu Sa’id ibnul A’raby; Abu Amr az-Zujajy; Ja’far bin Muhammad al-Khuldy; Abul Abbas al-Qasim as-Sayyary; Abu Bakr Muhammad bin Dawud ad-Duqqy; Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad asy-Sya’’any; Abu Amr Ismail bin Nujaid; Abul Hasan Ali bin Ahmad Al-Busyanjy; Abu Abdullah Muhammad bin Khafif; Bundar ibnul Husayn as-Syirazy; Abu Bakr ath-Thimistany; Abul Abbas Ahmad bin Muhammad ad-Dainury; Abu Utsman Said bin Salam al-Maghriby; Abul Qasim Ibrahim bin Muhammad an-Nashruabadzy; Abul Hasan Ali bin Ibrahim al-Hushry; Abu Abdullah at-Targhundy; Abu Abdullah ar-Rudzbary; Abul Hasan Ali bin Bundar ash-Shairafy; Abu Bakr Muhammad bin Ahmad asy-Syabahy; Abu Bakr Muhammad bin Ahmad al-Farra’; Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Muqry’ dan Abul Qasim Ja’far bin Ahmad al-Muqri’; Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad ar-Rasy; Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Khaliq ad-Dinawary.

Setelah periode As-Sulamy muncul beberapa Sufi seperti Abul Qasim al-Qusyairy, disusul prestasi puncak pada Abu Hamid Al-Ghazali ( yang bergelar Hujjatul Islam), kemudian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany, Ibul Araby, dan Sultanul Auliya Syeikh Abul Hasan- Asyadzily.

Dari seluruh tokoh sufi di atas, melahirkan banyak mazhab Tasawuf yang kelak muncul dalam bentuk Thariqat. Semula arti Thariqat itu sendiri adalah metode atau sistem. Berikutnya Thariqat melibatkan komunitas sufistik yang tergabung dalam ordo tersebut, sehingga menjadi semacam organisasi spiritual Islam.

SABAR PENAKLUK DUNIA

by Alfa Blyt on Friday, August 12, 2011 at 8:29pm

Konon api merupakan mahluk ALLAH yang paling sombong,"hai segenap jagad raya,aku adalah mahluk Allah yang paling hebat diantara kalian" kata api kepada semua mahluk di alam ini.

Datanglah air memprotes perkataan api tersebut."hai api sehebat apa kamu,sepanas apa kamu pasti mampu saya padamkan"kata air.terjadilah pertikaian antara api dengan air,api membakar semua yang ada di depannya,kemudian air memadamkannya,padamlah api tadi.

"lihatlah kehebatanku,sekarang akulah mahluk Allah yang paling hebat di alam ini,siapa yang berani melawan akan saya hanyutkan,akan saya tenggelamkan"kata air.Datanglah gunung dengan segala keangkuhannya menantang air."hai air lihat kekuatanku,seberapa besar kekuatanmu bila saya jatuhi badanku akan habis seketika"bertarunglah air dengan gunung,air hancur porak poranda kejatuhan gunung.

"Hahahaha....ayo siapa berani melawanku....sekarang akulah mahluk Allah yang paling perkasa"kata gunung.Kemudian datanglah rumput."hei gunung,memang besar badanmu,memang tinggi ragamu,tp ingat,akan kuinjak injak kepalamu"kata rumput kepada gunung.Dengan cepat rumput naik ke atas gunung,menginjak injak gunung,takluklah gunung pada rumput.

"api memang hebat,air memang tangguh,gunung memang perkasa,tapi lihatlah semua kalah denganku,sekarang akulah penguasa di jagad raya ini".mendengar perkataan rumput itu,datanglah manusia,tanpa basa basi langsung dibabat habis rumput itu.bahkan batu,air,hutan,habis dibabatnya

"Yaa Rob.....akulah hambamu yang paling segalanya di dunia"kata manusia.Terdengar suara lembut,suara mata protes ditelinga manusia."he manusia...memang segalanya bisa kamu makan,bisa kamu hancurkan,tapi ingat,mampukah kamu berdiri bila aku tidur,hahaha...ayo mau apa kamu he manusia"kata mata.Robohlah manusia karena mata tertidur.

"hehehe...siapa lagi,ayo lawan aku,apa hebatnya manusia bisa ku kalahkan"kata mata.Dengan pelan pelan,masalah mendekat mengusik tidur si mata."he mata,jangan kamu merasa hebat,bila aku ada tidak akn bis atidur dengan nyenyak.Berdebatlah mata dengan masalah.kemudian datanglah SABAR melerai."saudaraku....apapun keadaanmu,apapun posisimu,pejabat,rakyat,menteri atau apapun posisimu,bawalah serta diriku,bersamaku kuasailah dunia ini dengan KEBESARAN KESABARAN............."amiiin....

Senin, 15 Agustus 2011

Jalaluddin Rumi, Menggapai Cinta Ilahi dengan Menari

By admin on May 21, 2011

Ia sufi besar, Penyair besar, dan Fuqaha yang Handal. Ia mendirikan tarekat Darwisy Berputar yang terkenal dengan tarian ritualnya.

Puisi karya Jalaluddin Rumi dikenal luas, dan menjadi sumber rujukan bagi setiap kajian mengenai dunia sufi selama beberapa abad terakhir. lahir pada 30 September 1207 M di Balkh (kini Afganistan) dari keluarga Bangsawan. Ayahnya Baha’ Walad, adalah seorang Fuqaha (ahli Fiqih) yang juga sufi dan mengajar syariat di masjid dan tempat umum lainnya.

Meski Baha’ menikah dengan wanita Bangsawan, ia menentang kibijakan Sultan Kharazmashan ketika itu. Mula-mula Sultan selalu menghadiri pengajian Baha’, tetapi karena pembelotan Baha’ dan cemburu, gara-gara Baha’ kian populer di mata rakyat. Sultan tidak lagi hadir . belakangan Sultan mencurigai ajaran Baha’ dan akhirnya Baha’ dianggap sebagai musuh.

Ketika Rumi berusia 12 tahun, pada tahun 1219 M, bangsa Mongol menguasai Balkh, sehingga Baha’ sekeluarga hijrah sekaligus menunaikan ibadah haji ke Mekah, dan tidak pernah kembali ke Balkh. Dalam perjalanannya, Baha’ mampir ke Nishapur dan bertemu dengan ulama dan penyair sufi, Fariduddin Athar. Melihat Rumi kecil Athar berkomentar, “Anakmu tidak lama lagi akan menjadi api yang membakar para pecinta Allah diseluruh dunia.” Athar menghadiahi Rumi sebuah kitab karyanya, Asrarnama (kitab rahasia), yang berisi prinsip-prinsip sufisme melalui kisah dan Fabel, yang kelak sangat mempengaruhi karya-karya Rumi.

Usai menunaikan ibadah haji, Baha’ singgah di kota kecil Larnada di Konya, Turki. Raja Konya, yang sangat menghargai ilmu pengeatahuan dan filsafat serta mendukung kegiatan kaum terpelajar, menulis surat kepada Baha’ , isinya, tawaran bagi keluarga Baha’ untuk tinggal sekaligus mengajar di perguruan tinggi Konya. Baha’ menerima taearan tersebut.

Berkat keahliannya dalam ilmu agama dan kedekatannya dengan penguasa, Baha’ menjadi orang terhormat dan mendapat gelar “Sulthan al-Ulama”. Sementara itu Rumi yang mulai menginjak usia remaja terus belajar berbagai ilmu: Tata Bahasa dan Sastra Arab, sejarah, logika, matematika, Astronomi, Filsafat dan Tasawuf.

Baha’ Walad wafat pada tahun 1231 M, ketika Rumi sudah menguasai berbagai ilmu. Ketika berusia 24 tahun, Rumi sudah menggantikan tugas-tugas almarhum ayahnya sebagai Muballigh dan Fuqaha. Namanya pun segera masuk ke dalam daftar para Fuqaha yang menjadi rujukan para ulama mazhab Hanafi.
Sultan Al-Faqir

Perkenalan Rumi dengan Tasawuf berkat bimbingan ayahandanya. Belakangan salah seorang murid kesayangan ayahnya, Burhanuddin Tirmizi, datang ke Konya untuk mengunjungi gurunya, tetapi Baha’ sudah wafat. Akhirnya, Tirmizi mengajarkan Tasawuf kepada Rumi hingga ia meninggal pada tahun 1240 M.

Tak lama kemudian Rumi menduduki jabatan terhormat di Universitas Konya. Meski diakui juga sebagai guru sufi, kehidupan sehar-harinya tetap seperti biasanya. Kadang-kadang ia membahas materi spritual dalam khotbahnya, namun dalam kehidupan sehari-hari ia tidak pernah menunjukkan kelebihannya dibanding para Fuqaha yang lain. Tetapi ketika Syam Tabrizi yang mendapatkan gelar Sultan al-Faqir datang, semuanya berubah. Ada beberapa versi yang mengisahkan pertemuan antara Rumi dan Tabrizi. Dua kisah berikut paling sering diceritakan.

Pada suatu hari, sesosok kumal mengikuti pelajaran Rumi masuk ke ruang kelas tempat Rumi mengajar di Universitas Konya. Tanpa basa basi, Tabrizi yang kumal itu bertanya, “Siapa yang lebih agung, Bayazid Bistami atau Nabi Muhammad?”

Rumi menjawab, “Nabi Muhammad adalah orang lebih agung.” Lalu kata Tabrizi, “Bukankah Nabi bersabda, “Ya Allah, aku belum mampu memuji-Mu dengan pujian sebagaimana engkau memuji diri-Mu”, Sedangkan Bayazid berkata, “Betapa Agung muaraku, kemuliaan datang kepadaku ketika aku diangkat, akulah yang derajatnya ditinggikan.”

Tabrizi, yang melihat Rumi tidak mampu menjawab pertanyaan itu, kemudian menjelaskan bahwa kehausan Bayazid akan sifat-sifat ketuhanan dipuaskan ketika ia minum seteguk air, sedangkan hausnya Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah terpuaskan karena Nabi selalu haus akan air pengetahuan ketuhanan yang lebih banyak. Mendengar itu Rumi menjatuhkan diri di kaki Tabrizi, lalu menangis tak sadarkan diri. Ketika sadar, kepalanya tergeletak di pangkuan Tabrizi yang sedang duduk. Tak lama kemudian, kedua lelaki ini mengasingkan diri bersama-sama selama tiga bulan.

Versi lain, agak berbeda, tetapi punya arti serupa. Suatu hari Rumi sedang duduk di perpustakaan pribadi bersama sekelompok murid yang berkumpul di sekelilingnya mendengar pelajarannya. Tiba-tiba seseorang berpakaian kumal masuk dan duduk. Ia menunjuk buku-buku di sudut ruangan, katanya, “Apa itu?”

Rumi yang mengira orang itu adalah pengemis, menjawab, “Engkau tidak akan mengerti.” Mendadak, muncul api berkobar dari rak buku. “Apa itu?” Rumi berteriak panik. Dengan tenang Tabrizi berkata, “Engkau pun tidak akan mengerti,” lalu ia pergi. Rumi kembali berteriak dan mengejar Tabrizi. Rumi kemudian meninggalakn tugasnya mengajar, dan bertapa bersama Tabrizi.
Tarian Sufi

Tak seorangpun tahu apa yang diajarkan Tabrizi kepada Rumi di pengasingan. Yang kemudian diketahui orang ialah, Rumi yang ketika itu berusia 38 tahun, muncul dengan segala keanehan. Dia tidak lagi memberi ceramah agama dan memimpin doa melainkan membimbing tarian sufi. Rumi yang semula tidak punya latar belakang kepenyairan, mulai menulis puisi yang sangat indah, untuk mengekspresikan cintanya kepada Allah.

Puisi-puisinya sangat menyentuh, ciri khasnya secara jelas menunjukkan, penampakan luar hanyalah selubung yang menutup makna di dalam. Karya utama yang diakui sebagai salah satu buku luar biasa di dunia ialah Matsnawi-I-Ma’nawi (untaian puisi dua baris) yang terdiri dari enam jilid, terdiri dari 25 ribu puisi panjang dan merupakan mutiara ajaran sufi.

Matsnawi-I-Ma’nawi ditulis atas permintaan Husainuddin Khalabi, murid kesayangannya. Rumi mengucapkan puisi dan Khalabi yang menuliskannya. Setelah selesai ditulis selama dua tahun, Khalabi membacakannya kembali dihadapan Rumi. Beberapa karya Rumi merupakan kumpulan anekdok dan kisah sehari-hari yang berkaitan dengan moral Islam, yang juga merupakan repsentasi spritual yang tenang dalam memaparkan berbagai dimensi kehidupan dan latihan rohani.

Rumi menulis Diwan-I-Tabrizi, terdiri dari 3.200 Ghazal (bait), meliputi 35 ribu puisi, 44 ribu Ta’rifat (puisi yang terdiri dari dua gahzal atau lebih). Diwan dan Matsnawi merupakan buku wajib bagi murid-murid Rumi. Sebagian besar puisi dalam Diwan menggambarkan pengalaman spritual Rumi. Misalnya, persatuan dan perpisahan dengan Allah, yang dilukiskan melalaui berbagai simbol dan perumpamaan metafisik. Rumi menggambarkan pengalaman pendakian terjal ke langit (pencapaian dan kedekatan dengan Allah) melalui “Mabuk Spritual.”

Karya monumental lainnya ialah kumpulan pelajaran yang disampaikan oleh Rumi kepada murid-muridnya di meja makan. Di tulis dalam bentuk prosa, Fihi ma Fihi. Isinya menjelaskan berbagai dimensi ajaran sufi secara terperinci melalui sejumlah analogi dan perbandingan. Karya prosa lainnya. Majlis-I-Sab’ah (tujuh pertemuan), kumpulan khotbah pendek yang ditujukan kepada masyarakat umum. Kitab lainnya, Mahatib, kumpulah 145 surat untuk para Pangeran dan Bangsawan Konya.
Madonna Dan Demi Moore

Karya-karya Rumi banyak diterjemahkan oleh penulis barat. Dalam Amazon.Com, situs toko buku on-line terbesar, hanya dalam hitungan bulan tak kurang dari ratusan buku puisi Rumi di terbitkan, dan sangat laris. tidak hanya itu, sudah beberapa kali festival baca puisi Rumi di gelar. Tak tanggung-tanggung, bintang-bintang Hollywood seperti Pop Star Madonna, Aktris Demi Moore dan Goldie Hawn, ikut membacakan puisi sufi tersebut.

Yang termasuk laris antara lain The Essential Rumi, kumpulan puisi terjemahan Coleman Barks. Kemudian sebuah buku suntingan pasangan suami-istri Camille Adams Helminski dan Edmund Kabir Helminski yang telah diterjemahkan ke dalasm bahasa Indonesia dengan judul: Rumi, pesona suci dunia Timur.

Beberapa karya Rumi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (melalui bahasa Ingris), antar lain, Dunia Rumi: Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, karya Annemare Schimmel (pustaka Sufi), Jalan cinta sang sufi, karya William C. Chittick (penerbit Qalam), Firdaus Para Sufi, karya Dr. Javad Nurbaksh, Rajawali Sang Raja, ditulis oleh Jhon Renard (serambi), Menari bersama Rumi, oleh Denise Breton dan Christoper Legent, dan masih banyak lainnya.

Sebagai guru sufi, Jalaluddin Rumi dikenal dengan tarekat yang menjalani ritusnya dengan berputar-putar menari, karena proses pendekatan diri kepada Allah dilakukan dengan menari berputar-putar, di iringi musik, instrumen musiknya bisa berupa Gitar khas sufi, atau bisa juga semacam Drum. Untuk mencapai “Cinta Prima kepada Allah”, mereka terus berputar ratusan kali dalam waktu cukup lama. Mereka ternyata tidak merasa pusing, justru semakin cepat dan lama berputar, mereka akan semakin menemukan “Cinta Alahi”.

Hingga kini ritus kaum tarekat ajaran Rumi dengan berputar menari itu masih diamalkan oleh para pengikutnya, dan berkembang ke Afganistan, Pakistan, Timur Tengah, Afrika, Eropa,bahkan Kuba. Beberapa koreografer tari modern dan teater Kontemporer juga mengemas tarian berputar dalam karya-karya mereka. Namun, nuansanya sudah berbeda.
Inspirator Kebangkitan Spiritual

Ada yang mengenalnya sebagai penyair, ada yang mengenalnya sebagai penari, ada yang mengenalnya sebagai ulama, ada yang mengenalnya sebagai sufi, namun lebih dari semua itu, Jalaluddin Rumi adalah seorang Maestro

Kendati sudah lebih dari 700 tahun setelah meninggalnya, namanya hingga kini masih mampu memberi warna bagi kehidupan masyarakat dunia yang sudah serba canggih ini. Bahkan sejak satu dekade belakangan ini puisi-puisi Rumi menjadi karya seni yang paling banyak dibaca di Amerika Serikat. Karya Rumi yang dihimpun oleh Coleman Barks dalam buku yang berjudul The Essential Rumi menjadi buku puisi terlaris di Amerika Serikat pada tahun 1997, menurut The Christian Science Monitor.

Dona Karan, perancang mode terkemuka asal New York, menjadikan Rumi sebagai sumber inspirasinya ketika menggelar peragaan busananya musim panas tahun 1998 lalu. Sampai saat ini, karya-karya Rumi telah diterjemahkan ke berbagai bahasi di dunia, termasuk Rusia, Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol, bahkan telah dikembangkan secara kreatif dalam berbagai bentuk ekspresi, seperti Konser, pertunjukan tari, berbagai bentuk bacaan dan sebagainya.

Kini ketika berkembang pemahaman yang keliru terhadap dunia Islam, peranan Rumi sebagai simbol pengusung nilai-nilai universal dalam Islam menjadi semakin relevan.

Walaupun kecemerlangannya bag cerita-cerita dongeng, namun sesungghnya terdapat begitu banyak tantangan dan kepahitan hidup yang harus di lalui sebelum Rumi tumbuh menjadi sosok seperti yang di kenal orang sekarang.

Dalam usia 24 tahun Rumi tumbuh tidak saja sebagai intelektual Islam terkemuka, tetapi juga ahli di bidang hukum, sejarah dan sastra. Sesudah ayahnya mwninggal, pada 1231, Rumi menggantikan ayahnya sebagai profesor dalam ilmu-ilmu agama.

Namun, manjadi tokoh intelektual penting, ternyata tidak menjadi titik akhir pencapaian dalam hidup bagi Rumi. Dalam dirinya masih bergolak kegelisahan yang amat dahsyat.

Ketika itulah saat Rumi berusia kira-kira 37 tahun, muncul sang Darwish, Syam dari Tabriz. Syamsuddin At-Tabrizi, yang namanya kira-kira berarti, “Surya keagamaan”, ternyata mampu membawa pencerahan bagi jiwa Rumi yang sedang bergolak. Selama lebih dari 2 tahun, sang Mursyid dan sang Murid, mabuk dalam cinta Ilahi. Ibarat api, kedekatan dengan sang Mursyid sanggup “Membakar” Rumi hingga sang muridpun ikut menyatu dalam nyala api Ilahi.

Sejak saat itulah Rumi tidak lagi dikenal sebagai ahli tentang agama dan ketuhanan. Ia tidak lagi mengandalkan pemahaman rasional belaka untuk menjelaskan tentang Tuhan, melainkan mengajak pengikutnya untuk langsung merasakan kebesaran Tuhan dengan masuk kedalam cinta.

Kedakatan Rumi dengan sang Guru, tidak mudah dipahami oleh banyak kalangan, termasuk bagi mantan pengikut-pengikut Rumi serta mereka yang tidak memahami hubungan spritual antara Mursyid dan Murid. Bagi kaum sufi, hubungan istimewa semacam itu merupakan ajakn dari seorang guru untuk membuyka hati seorang murid agar merasakan kehadiran Tuhan. Namun tidak sedikit yang menganggap keputusan Rumi tinggal serumah dengan sang Guru sebagai sebuah percintaan yang di dasari ketertarikan seksual belaka.

Rumi membuktikan bahwa hubungannya dengan sang Mursyid bukan sebuah hubungan rendahan, terutama setelah secara misterius Syams menghilang pada sekitar tahun 1247. Berbagai dugaan mengatakan bahwa Syams di bunuh oleh pengikut atau bahkan anak Rumi sendiri yang tidak mau Rumi terus berhubungan dengan sang Guru itu. Lewat karya-karyanya sepeninggal Syams, Rumi menunjukkan tingginya nilai spritual dari hubungannya dengan sang Mursyid. Misalnya dalam sajak berikut:

Siapapun yang pernah mendengar tentangKu,
Biarlah ia menyiapkan diri dan menemuiKu
Siapapun yang menginginkanKu,
Biarlah ia mencariKu
Ia akan menemukanKu
Lalu biarkan ia untuk tidak memilih yang lain selain Aku
Syams dari Tabriz

Divani Syamsi Tabrizi atau “Sajak-sajak Syams dari Tabriz” serta Masnawi adalah karya-karya monomental Rumi yang dilahirkan setelah kepergian Syams. Masnawi yang terdiri dari 6 jilid menjadi salah satu leteratur dan pemikiran yang amat berpengaruh dalam dunia Islam.

Semua karya Rumi, dari Sajak hingga Tarian Sufi (Whirling dance) yang dipopulerkannya, sebetulnya merupakan berbagai bentuk kreatif dari sebuah ide yang mendasarinya, cinta Ilahi.

Cinta bagi sebagian orang dianggap sebagai “Tema Usang” dapat dibuat segar lewat karya-karya Rumi, bahkan mampu membakar mereka yang mendengarkan atau yang membacanya. Di tengah situasi perang dan kekacauan pada zaman Rumi, sajak-sajak cintanya sungguh menguatkan tali persaudaraan. Tariannya sanggup meleburkan ego mereka yang menarikannya.

Bagi Leslie Wines, penulis Rumi A Spritual Biography (lives I Legacies), misalnya, sajak-sajak Rumi memungkinkan kita menjalani hidup keseharian dengan penuh rasa bahagia. Hal ini sebenarnyasangat relevan dalam masyarakat modern sekarang ini, yang menurut Leslie, “Meskipun canggih secara teknologi, tapi terpecah belah secara sosial.”

Rumi tidak hanya bicara lewat karya, tetapi terutama lewat kehidupannya. Pemahamannya akan citra Ilahi yang universal membuatnya tak lagi dapat mengkotak-kotakkan manusia. Ia berhubungan baik dengan berbagai macam orang dengan aneka ragam latar belakang. Saat kematiannya, selama 40 hari penuh warga Muslim, Kristen, Yahudi, Yunani dan Persia tak henti-henti menangisi kepergiannya.

Dialah tokoh yang utuh, yang memberikan tempat bagi cinta untuk mewarnai seluruh hidup dan karyanya. Karya-karyanya dapat menjadi inspirasi, seperti kata Andrew Harvey, seorang penulis, “Rumi merupakan penunjuk jalan utama bagi zaman kebangkitan baru yang sedang berjuang untuk bangkit saat ini. Ia adalah inspirasi spiritual di abad ke 21.”

*(Referensi Kisah dari Alkisah Nomor 03/2-15 Februari 2004)

Minggu, 14 Agustus 2011

Mutiara Hikmah

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”

(HR. Muslim)
Lima Point Pendidikan Anak dalam Islam

ERAMUSLIM – 10 Agu 08 17:01 WIB

Oleh Siti Aisyah Nurmi

Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.

Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.

Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)

Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.

Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:

Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.

Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.

Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.

Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.

Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.

Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).

Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.

Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:

Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.

Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)

Catatan:
- Lima Poin Pendidikan Anak: -1.Paradigma sukses-2.Mengenal Tahapan dan Sifat-3.Metode-4.Isi-5.Target.
- Buku Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) diterjemahkan dengan judul “Sistem Pendidikan Islam” terbitan Al-Ma’arif Bandung, dan buku Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam) diterjemahkan dengan judul Pendidikan Anak Dalam Islam.

© 2010 YPI Al-Fikri. All rights reserved.
Site developed by Fandy Ariawan
& Heaven PC Solution 2010

DEPAN | YPI AL-FIKRI | KB-TK | SD | SMP |ARSIP | KONTAK | LOGIN | ATAS ↑
Yayasan Pendidikan Islam Al-Fikri. Jl. WR. Supratman Kav. 31-32 - Semarang 50149. Telp: 024-7605327. Fax: 024-7600410. E-mail: humas@alfikri.com
StatCounter - Free Web Tracker and Counter
Bu, Tolong Jangan Katakan Itu!

Di suatu pagi saya mendengar ibu yang mengeluhkan pada tetangganya mengenai anaknya yang sangat susah sekali makan. Lalu dalam perbincangan tersebut sang ibu lainnya juga mengeluhkan anaknya yang kerap sangat doyan susu, sehingga satu hari bisa menghabiskan sekaleng susu dan ia pun mengeluhkan biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membeli susu. Ada pula yang tanpa sadar beberapa kali kedapatan menceritakan bahwa anaknya nakal, tak mau diatur, belum bisa ini, belum bisa itu. Hal ini terus berlangsung berulang-ulang.

Barangkali maksud sang ibu hanya sekedar sharing dan mencari solusi. Jika tujuannya mencari solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi bukankah sebaiknya berkonsultasi pada yang ahlinya.

Yang dikhawatirkan, hal ini malah membuat kita terjebak dengan ber-su'udzon pada sang buah hati. Sikap su'udzon itu jika terus dibiarkan bisa saja merambat menjadi su'udzon pada Sang Penciptanya. Bagaimana mungkin ibu menjadi seorang guru kehidupan bagi anaknya, jika sang guru sendiri tak percaya dengan kemampuan anaknya.

Ibu tersebut lupa bahwa setiap manusia yang diciptakan Allah Swt. adalah masterpiece. Setiap anak memiliki perbedaan dan keunikan satu sama lain bahkan anak kembar siam sekalipun. Ibu adalah madrasah bagi anaknya.

Allah Swt. menurunkan ayat-Nya bahwa manusia diciptakan dengan sebaik baiknya bentuk.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” (QS At-Tin 95:4).

Manusia turun ke bumi manusia lebih mulia dari malaikat sekalipun.

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, 'Sesungguhnya, aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal ) dari lumpurhitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-KU, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al Hijr: 28- 29).

Manusia telah diangkat derajatnya oleh Allah, sampai seluruh malaikat pun diperintahkan untuk bersujud. Namun sayangnya ada manusia yang merendahkan derajatnya sendiri. Maka yang akan diangkat derajatnya adalah manusia yang bertaqwa.

Tentulah kita menginginkan anak kita memiliki derajat yang tinggi di mata Allah dan bertaqwa.

Fitrah manusia adalah belajar. Pernah kah kita memperhatikan bayi yang baru lahir, jangankan berjalan mengangkat kepala saja belum bisa. benar benar terkulai lemah. Lalu seminggu kemudian ia mulai bisa mengangkat kepalanya, kemudian ia belajar duduk, merangkak, merambat lalu berjalan hingga berlari.

Dalam ilmu komunikasi dikenal istilah Redudansi Komunikasi atau pengulangan dalam mengomunikasikan suatu pesan. Redudansi komunikasi memiliki kekuatan mempengaruhi alam bawah sadar manusia. Saat seorang ibu terus menceritakan kekurangan anaknya, dan saat itu pula anak tersebut mendengar.

Maka pesan - pesan yang ia dengar dari sang ibu bisa mempengaruhi alam bawah sadar sang anak. Perhatikan saja betapa mudahnya anak kita menghafal lagu- lagu yang setiap pagi kita putar atau jingle - jingle iklan di televisi . Otak anak bagaikan sponge yang dapat dengan mudah menyerap informasi apapun yang ia dengar, dan lihat.

“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid,” (QS.Qaaf : 18)

Bangkitlah ibu, ikhlaslah menerima apapun kekurangan anak kita. Segeralah menegakkan kepala. Mari mengubah kekurangannya menjadi kelebihan. Menutupi kekurangannya dengan kelebihan. Tak ada manusia yang sempurna. Konsultasikan pada yang dianggap ahli, bukan malah mengumbar kekurangan anak kita.

Jadilah kamus berjalan bagi anak kita.
Jadilah psikolog langganan buah hati kita.
Jadilah motivator handal untuk anak kita.

Bantulah sang anak menjadi pribadi yang mulia di mata Allah Swt.

Bismillah semoga kita selalu diberikan kekuatan oleh Allah menjaga amanahnya. (Dari berbagai sumber)
Terbelenggu Pikiran Buruk

Terbelenggu dunia memang melelahkan. Tetapi, terbelenggu pikiran buruk sendiri juga melelahkan sekaligus menyesakkan. Sungguh menyiksa. Seperti hidup memakan kotoran sendiri. Pantaslah tubuh dan hati tak sehat. Begitu lemah dan tak banyak bergerak.

Ketika berfikir buruk tentang diri sendiri, maka hanya pesimis dan rendah diri yang terjadi. Merasa tak ada kesempatan dan jalan di setiap masalah. Putus asa.

"Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir". (Q.S. Yusuf : 87).

Aku tersentak dengan ayat Allah ini. Membuatku berusaha membuang segala putus asa dari kemurahan dan kebaikan Allah.
Sesaat.

Kemudian aku berfikir buruk tentang yang lain. Tentang orang lain. Bahwa mereka bersikap sengaja menyakitiku. Merendahkan aku. Atau berfikir mereka membanciku. Marah padaku dengan sifatku.

Duhai, banyak lah pikiran buruk itu bermunculan. Seperti rumput di musim hujan. Hampir tak terkendali tumbuhnya. Membuat pikiranku yang sempit ini sesak oleh pemikiran yang buruk dan berlebihan.

Lalu pikiran buruk terhadap rencana dan kehendak Allah padaku. Merasa begitu berat dengan keadaan yang terjadi padaku. Merasa rencana Allah bukan terbaik untukku. Padahal aku tahu, Allah sesuai prasangaka hambaNya.

Aku pun mencoba berprasangka baik kepada Allah. bahwa semua masalah ini membawa hikmah. Namun, pikiran yang terlanjur kotor ini tak mampu menolak pikiran buruk yang baru.

Bahwa aku tak disayang Allah, sehingga aku mendapat masalah ini dan itu. Aku tak pantas disayang karena terlalu hina dan lemah iman. Aku kembali berputus asa dari rahmat Allah...

Bahkan, aku melakukan perbuatan setan dengan pikiranku. Yaitu membanding-bandingkan. Antara diriku dan orang lain. Membandingkan tubuh, rezeki dan kemampuan diri dengan orang lain.

Kenapa mereka lebih baik dariku. Mengapa aku yang kekurangan. Dan pertanyaan tak terima yang lain. Sungguh sangat menyiksa diri, hati dan pikiran. Tak ada manfaat. Malah mendatangkan rendah diri dan kufur nikmat.

Belum lagi ketika aku bersama orang yang lebih rendah ibadahnya. Aku akan berfikir aku lebih baik dari dia. Aku sholat, sedang dia tidak. Aku puasa dan dia sama sekali tidak. Aku tak berghibah sedang dia berghibah. Aku bisa membaca Al-Quran dan dia tidak. Dan masih banyak lagi perbandingan yang membuat aku merasa lebih dari orang lain.

Pikiran buruk itu telah menjadi pohon rimbun di pikiranku. Sulit tercabut. Kalau pun aku sadar, aku hanya menebang ranting-rantingnya saja. Tak sanggup menebang batang yang besar. Apalagi hingga ke akarnya. Jika pun sanggup. Aku sendiri pula yang menebar bibit pikiran buruk pada tanah fikirku. Sehingga tersemai kembali pikiran negatif ku tentang diriku, orang lain dan Allah.

Tanpa kusadari, pikiran buruk itu berbuah penyakit hati. Ya, berbagai macam penyakit hati. Keluh kesah, putus asa, kufur nikmat, iri, sombong, dan ujub. Aku bahkan tak merasakannya. Tak tahu telah parah penyakit hatiku. Setiap hari, aku memetik buah itu. Menikmatinya. Seakan tak berdosa dengan kelakuan diri.

Padahal sungguh Allah maha halus terhadap apa yang kita pikirkan dan kita rasakan, "Sesungguhnya Allah Maha halus Maha teliti". (Luqman : 16).

Meskipun hanya selintas saja. Hanya sekejap saja. Ketika aku berfikir aku lebih menjaga hijab dari saudara wanitaku, ujubku kambuh. Ketika aku berfikir wanita itu sungguh sempurna tubuhnya, tanpa sadar aku telah iri.

Ketika aku merasa lebih baik begini tanpa merubah keadaan diri yang buruk, aku sedang putus asa. Juga pikiran-pikiran lain yang membuahkan sombong, egois dan keluh kesah.

Maka aku harus bunuh pohon besar pikiran buruk yang ada di diriku. Sebelum pikiran buruk menghancurkan aku tanpa ampun. Membuatku menyesal kelak di hari perhitungan. Aku harus memotong ranting-rantingnya setiap hari, sampai ia gersang. Mematahkan setiap ada yang mulai tumbuh kembali.

Membuang ranting-ranting pikiran buruk sejauh-jauhnya. Kemudian meracuni pohon pikiran buruk dengan keyakinan kepada Allah, ikhlas, syukur, ilmu dan ibadah. Tentulah dibarengi dengan doa. Memohon pertolongan Allah. Percaya bahwa pertolongan Allah akan datang kepadaku.

"Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat". (Al-Baqarah : 214).

Semoga waktu ini, Ramadhan nan mulia, aku bisa menebang habis pohon pikiran buruk. Mencabut hingga ke akar-akarnya.

Kemudian secepatnya menanam pikiran positif dan semangat ibadah serta beramal di tanah pikiran. Agar aku terbebas dari pikiran buruk. Tak lagi terbelenggu pikiran buruk ku.

Yogyakarta

14 Agustus 2011
Puasa Menuju Jiwa yang Tenang

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu” (QS. Al-Fajr [89] : 27-30)
Saudaraku seiman, sungguh tiada sia-sia apapun yang Allah perintahkan pada kita. Ibadah yang kadang kita merasa berat menjalankannya, sesunguhnya itu amat baik bagi kita, dari sudut pandang apapun termasuk kesehatan.
Sebut saja senyum, terbukti ketika kita senyum hormon endorpin akan meningkat, kondisi ini menyebabkan detak jantung dan tensi akan menurun (normal). Jika senyum menjadi kebiasaan, maka insyaAllah kita akan terhindar dari hipertensi, jantung dan stroke.
Saudaraku itu baru senyum, ibadah paling murah dan mudah.
Bagaimana dengan wudhu, sholat, puasa, sedekah, haji. Masya Allah, sungguh ada banyak hikmah kesehatan di dalamnya.
Tak heran ketika zaman terbaik sepanjang zaman, ketika Rosul saw dan para sahabat menjalankan hidup dengan penuh ibadah, ketika Islam dijalankan dengan kaffah, tak terbantahkan oleh ahli sejarah manapun bahwa mereka memiliki kesehatan yang sangat prima. Sepanjang hidupnya, Rosulullah saw terhitung hanya 1 kali sakit yaitu saat menjelang wafatnya. Rosul saw dan sahabat mampu mengalahkan musuh dalam banyak peperangan walau dalam jumlah yang sangat tak berimbang. Bukti lain, seorang thabib dari Mesir harus kembali pulang karena tidak ada ‘pasien’.
Saat ini?
Tak terhitung sepanjang kita hidup sudah berapa kali kita sakit. Adakah yang salah dengan ibadah kita?
Varian penyakitpun semakin bertambah banyak. Adakah yang salah dengan pola hidup kita?
Salah satu varian yang menghantui masyarakat kita adalah stress/depresi.
Depresi, saat ini telah dan akan menjadi problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-4 penyakit di dunia penyebab ketidakmampuan. Bahkan, diramalkan pada tahun 2020, depresi akan menempati urutan ke-2 penyebab ketidakmampuan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) pada tahun 2008, menyebutkan “Sekitar 94% masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai tingkat paling ringan hingga paling berat”.
Jika angka ini benar, maka 9 dari 10 orang masyarakat kita mengalami depresi.
Teori tentang penyebab depresi beragam, diantaranya faktor genetik, faktor psikososial (jalan macet, permasalahan keluarga, tuntutan kerja, dll), faktor kepribadian (cinta dunia yang berlebihan dan manajemen penyelesaian masalah yang kurang pandai), dan faktor biogenikamin (serotonin dianggap sebagai neurotransmiter yang paling bertanggung jawab masalah depresi).
Dari segi medis, teori biogenikamin inilah yang membuktikan bahwa puasa mampu membuat jiwa kita tenang. Karena dengan puasa terjadi peningkatan serotonin dalam tubuh yang cukup signifikan, menjadikan kita lebih tenang, lebih ‘mood’ dan mampu menekan jika stimulan depresi datang.
Selain itu, di dalam otak kita, ada sel yang disebut dengan “neuroglial cells”. Fungsinya adalah sebagai pembersih dan penyehat otak. Saat berpuasa, sel-sel neuron yang mati atau sakit, akan “dimakan” oleh sel-sel neuroglial ini. Kondisi ini menyebabkan orang yang berpuasa memiliki ketajaman berfikir yang jernih sehingga mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dan jauh dari depresi.
Seorang peneliti di Moskow melakukan penelitian pada seribu penderita kelainan mental (termasuk depresi berat). Ternyata dengan puasa, sekitar 65% terdapat perbaikan kondisi mental pasiennya.
Seorang ilmuwan di bidang kejiwaan Dr. Ehret menyatakan bahwa “Untuk hasil yang lebih dari sekedar manfaat fisik, yaitu agar mendapatkan manfaat mental dari aktifitas berpuasa, seseorang harus menjalani puasa lebih dari 21 hari”.
Teori-teori ini menjadi dasar beberapa praktisi kesehatan menggunakan puasa sebagai terapi pengobatan bagi pasien-pasien mereka.
Saudaraku, Tambahlah keyakinan kita, begitu sayangnya Allah kepada kita melalui ibadah yang Ia perintahkan kepada kita.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)
Barulah kita sadar bahwa ibadah adalah kebutuhan.
Allahu ‘alam bishshowab.

Selasa, 09 Agustus 2011

Senyum Dulu Yah...

Kalo binatang punya facebook kira2 statusnya kaya gini kali ya

Anjing pudel : Nunggu di jemput chayangku mo ke salon neeh.
Kecoa : Baru aja selamet dri injekan maut.
Sapi : HuH sbel susuku di raba2 lg oleh majikanku, dikiranya gw jablay apa, damn!
Kucing : Anak gw yg ke7 barusan nanya sapa bapaknya, gw bingung mw jwb apa, gw sendiri lupa bpknya siapa
Nyamuk : Gw positif HIV AIDS, gra2 salah isep, hiks.
Ayam : Teman2 klo bsk gw ga update brati gw di goreng, luv u all.
CumiCumi : Abis isi ulang tinta neeh.
Babi : Gw difitnah nyebarin flu, sialan.
Kambing : Jgn kluar rumah friends bentar lg idul adha.
Giliran kutu : salah masuk ni kok bau pesing ya

GA USAH PUSING MA KENALAN MASING-MASING BU GURU!

Bu guru: “Andi..! coba kamu jawab, siapa itu Thomas Alfa Edison..?”
Andi: “Tidak tau bu guru…”.
Bu guru: “Kalo James Watt, siapa dia..?”
Andi: “Ndak tau juga bu guru..”
Bu guru: “Andi! Bagaimana sih kamu ini? ditanya ini itu pasti jawab tidak tau… Tidak pernah belajar ya?”
Andi: “Belajar kok bu guru… Lah coba Andi tanya, bu guru tau ndak siapa Arifin Widodo..?”
Bu guru: “Tidak tau…”
Andi: “Kalau Bambang Setiono Ibu tau?”
Bu guru: “Tidak tau… Emang siapa mereka itu..?”
Andi: “Yaa itulah Bu…, kita khan pasti punya kenalan sendiri-sendiri..”

ULAH BIARAWAN....

Empat orang biarawan diijinkan untuk pergi bermalam minggu oleh Pastur, namun harus melaporkan hal apa saja yang telah mereka lakukan. Keesokannya ….

Biarawan I: Pastur semalam saya telah berdosa karena menonton film, yang tidak sepantasnya di tonton

Pastur: Dosamu telah diampuni, karena kamu telah mengaku, Sekarang pergi dan minumlah air suci

Biarawan IV, yang berada urutan paling belakang tersenyum kecil.

Biarawan II: Pastur, semalam saya berdosa karena saya tidak hati-hati mengendarai motor shg menabrak seekor anjing dan membunuhnya

Pastur: Dosamu telah diampuni, karena kamu telah mengaku, Sekarang pergi dan minumlah air suci

Biarawan IV, kembali tersenyum, diikuti dengan tertawa “he..he..he…”

Biarawan III: Pastur semalam saya berdosa karena, tidak sengaja melihat tetangga saya sedang mandi

Pastur: Dosamu telah diampuni, karena kamu telah mengaku, Sekarang pergi dan minumlah air suci

Biarawan IV tidak tahan lagi tertawa makin keras “Hua…ha…ha….”

Pastur: Mengapa kamu tertawa seperti itu, Apa yang kamu lakukan semalam ?

Biarawan IV: ” Saya buang air kecil di tempat air suci, pastur”



4 MAHASISWA BIKIN ULA LAGI BRO...

Ada 4 orang mahasiswa yang kebetulan telat ikut ujian semester karena bangun kesiangan.

Mereka lantas menyusun strategi untuk kompak kasih alasan yang sama agar dosen mereka berbaik hati memberi ujian susulan.

Mahasiswa A: pak, maaf kami telat ikut ujian semester
mahasiswa B: iya pak. Kami berempat naik angkot yg sama dan ban angkotnya meletus.
Mahasiswa C: iya kami kasihan sama supirnya. Jadinya kami bantu dia pasang ban baru.
mahasiswa D: oleh karena itu kami mohon kebaikan hati bapak untuk kami mengikuti ujian susulan.

Sang dosen berpikir sejenak dan akhirnya memperbolehkan mereka ikut ujian susulan.

Keesokan hari ujian susulan dilaksanakan, tapi keempat mahasiswa diminta mengerjakan ujian di 4 ruangan yg berbeda. “Ah, mungkin biar tidak menyontek,” pikir para mahasiswa. Ternyata ujiannya cuma ada 2 soal. Dengan ketentuan mereka baru diperbolehkan melihat dan mengerjakan soal kedua setelah selesai mengerjakan soal pertama.

Soal pertama sangat mudah dengan bobot nilai 10. Keempat mahasiswa mengerjakan dengan senyum senyum.

Giliran membaca soal kedua dengan bobot nilai 90. Keringat dingin pun mulai bercucuran.

Di soal kedua tertulis:

“Kemarin, ban angkot sebelah mana yang meletus?”

Kisah ttg Baru Punya Handphone.

Ucup : "Cep ngapain lho megangin pager rumah?"
Acep : "Ini Cup, gw lagi mau isi pulsa..."
Ucup : "Eh, ape hubunganye nempel di pager ama isi pulsa Cep? Telpon operator aje. Susah amat sih."
Acep : "Itu die masalahnye,dari tadi gue disuruh operator tekan pager, nah gue sudah tekan pager berkali-kali kok kagak bisa juga. Ampe bonyok neh jempol gue."
Ucup : "wahh.. Mendingan elo dong cep.. Gue lebih parah coy."
Acep : "Emang elu kenape?"
Ucup : "Gue malah disuruh mencet bintang." :):):)

Minggu, 07 Agustus 2011

Kefakiran dekat dengan Kekufuran, Kekayaan dekat dengan Kesombongan

Darsem, TKI Indonesia yang terancam menjadi korban pancungan kedua setelah almarhumah Ruyati oleh pemerintah Arab Saudi karena didakwa membunuh majikannya. Pemerintah Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk dapat membebaskan Darsem dari hukuman tersebut karena tidak ingin kasus serupa terulang kembali , sehingga pemerintah kehilangan wibawanya. Di saat yang sama, TV-One mengadakan penggalangan dana dan terkumpul 1,2 M untuk menebus Darsem. Ternyata pemerintah Indonesia lebih dahulu menebus Darsem. TV-One pun menyerahkan dana tersebut ke Darsem, dan mendadak jadi OKB. Dia langsung beli Rumah, mobil dan perhiasan. Tetangganya menjuluki toko emas berjalan, karena semua perhiasan dipakai. Namun ada perubahan pada diri Darsem, dia menjadi terkesan sombong dan angkuh, begitu kata tetangganya. Terlihat juga ketika diwawancarai TV-One. Ketika ditanya, apa yang akan Anda lakukan dengan uang itu? Dijawab, buat beli rumah, lihat tuh rumahnya. Kepada pendahulunya yang nasibnya kurang mujur, Ruyati, ia berikan uang Rp. 20 jt kepada keluarganya. Ada yang berkomentar, dikit amat. Donatur Darsem mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan yang diambil TV-One untuk memberikan langsung pada Darsem, dan dia merasa sia-sia sudah membantu Darsem, padahal uang tersebut bisa saja dipakai untuk membantu TKI lain yang bermasalah, dan Darsem diberikan seperlunya. Berkaitan dengan ini, Pemerintah merasa tidak tahu menahu urusan itu, karena memang TV-One tidak berkoordinasi terlebih dahulu dan itu adalah hak TV-One sendiri. Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kemiskinan cenderung menggiring orang menjadi kufur, sebaliknya kekayaan cenderung menggiring orang menjadi takabbur, lantas gimana? Mau miskin atau kaya, kalau iman dan takwanya mantap, no problemo, miskin ya sabar, kaya ya syukur bukan sebaliknya, kalau disuruh pilih ya lebih baik kaya dan bersyukur karena dapat membantu banyak orang ketimbang sabar dalam kemiskinan hanya untuk diri sendiri. Ngono toh! Watch This!

Puasa dan Perkembangan Ruhani

Puasa dan Perkembangan Ruhani
Puasa bukan saja ada dalam agama Islam, tetapi juga di dalam agama Yahudi, Nasrani, bahkan agama-agama lainnya. Saya percaya bahwa semua agama itu pada dasarnya agama langit. Agama terbagi dua : agama Samawi dan agama Thabi’i. Agama Samawi adalah agama yang turun dari langit, misalnya agama Islam, Nasrani dan Yahudi. Sedangkan agama Thabi’i adalah agama yang lahir secara alamiah. Contohnya agama Hindu, Budha, Shinto dan Konghucu. Menurut saya semua agama pada awalnya adalah agama samawi. Seluruh agama pada permulaannya datang dari Allah tetapi dalam perkembangannya terjadilah perubahan yang merupakan campur tangan manusia.
Karena seluruh agama pada awalnya adalah agama Samawi, tidak heran kalau seluruh agama mensyariatkan puasa. Apapun bentuknya. Bahkan pada masyarakat yang tidak mengenal agama, seperti pada bangsa-bangsa primitif, kita temukan adanya kebiasaan berpuasa.
Mengapa puasa disyariatkan oleh Allah SWT pada seluruh agama ?
Pertama, puasa adalah alat untuk mendekatkan diri menuju Allah. Karena alasan inilah, kita menemukan puasa terdapat pada seluruh agama di dunia ini.
Kedua, agama dapat memenuhi kebutuhan spiritual kita. Jika anda seorang Antropolog, anda tahu bahwa banyak lembaga-lembaga sosial dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia akan pemuas seksual, masyarakat membentuk lembaga pernikahan. Untuk memenuhi ambisi akan kekuasaan, masyarakat menciptakan sistem politik. Untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah manusia di masyarakat, lahirlah agama. Agama adalah institusi kebutuhan ruhaniah.
Secara filosofis kita percaya bahwa yang membedakan kita dari mahluk-mahluk yang lain adalah ruh. Sebagian orang menyatakan bahwa hakikat kemanusiaan seseorang terletak di dalam ruhnya. Ada suatu penelitian tentang puasa di barat. Penelitian itu mengamati sekelompok orang yang berpuasa. Setelah beberapa hari puasa, terjadi sesuatu yang aneh. Pikiran mereka menjadi filosofis. Mereka menjadi bisa berfilsafat. Seperti filusuf, orang yang puasa mulai berpikir yang abstrak. Pikiran mereka tidak terbatas pada hal-hal yang kongkrit lagi.
Dalam psikologi perkembangan (development psychology), kita ketahui dalam perkembangan kepribadiannya, manusia mengubah-ubah kebutuhannya. Dengan kata lain, kenikmatan manusia berganti-ganti sesuai dengan perkembangan kepribadiannya. Pada tingkat yang masih awal sekali dalam perkembangan kepribadian, kebutuhan manusia itu hanya berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit atau hal-hal yang berwujud dan kelihatan. Pada tingkat ini, kebutuhan itu memerlukan pemuasan yang segera (immediate gratification).
Teori Freud
Sigmund Freud bercerita tentang kesenangan anak-anak di masa kecil mereka. Menurutnya ada tiga tahap perkembangan kenikmatan anak-anak itu. Semua tahap ini memiliki persamaan. Semuanya bersifat kongkrit, bisa dilihat dan sifat pemenuhannya yang sesegera mungkin.
Kalau orang itu lapar, ia makan. Ia segera memuaskan kebutuhannya dengan kesenangan pada makan dan minum. Menurut Freud, letak kenikmatan pada periode paling awal dalam perkembangan kepribadian anak adalah mulutnya. Ia menyebutnya Periode Oral. Anak-anak menemukan kenikmatan ketika memasukkan sesuatu ke mulutnya. Kesenangan ini diperolehnya dalam pengalaman pertama menyusu pada ibunya. Lalu ia belajar memasukkan apa saja ke dalam mulutnya. Pada periode oral ini, jika anak-anak diperintahkan untuk berjalan, dia akan berusaha untuk mengambil sesuatu dan memasukannya ke dalam mulut. Bila tida ada sesuatu yang bisa diraih atau diletakkan ke dalam mulutnya, dia akan memasukkan tangannya sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya, kenikmatan tidak hanya terletak pada mulut. Dia mendapatkan kenikmatan ketika mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya. Seperti ketika dia buang air besar atau buang air kecil. Masa itu disebut Periode Anal. Pada periode ini, seorang anak bisa berlama-lama di atas toilet. Dia senang melihat tumpukan kotorannya dan kadang-kadang ia mempermainkannya.
Sesudah itu, kepribadian anak berkembang lagi. Kini kenikmatannya bergeser. Dia memasuki satu periode yang akan mempersiapkan dirinya untuk menjadi orang yang lebih dewasa. Periode ini dinamakan Periode Genital. Dia senang mempermainkan alat kelaminnya dan memperlihatkannya pada orang tuanya.
Kalau teori Freud benar, maka seluruh kebutuhan pada masa kanak-kanak itu bersifat fisik. Tidak ada kebutuhan ruhaniah sedikitpun.
Kebutuhan kita ini berkembang. Semakin dewasa, semakin abstraklah kebutuhan kita. Pada orang-orang tertentu, kepribadiannya itu terhambat dan tidak bisa berkembang. Hambatan kepribadian itu disebut fiksasi. Misalnya, ada orang yang terhambat pada pemenuhan kebutuhan oral saja. Walaupun sudah dewasa, dia hanya memperoleh kenikmatan pada makan dan minum saja. Perbedaannya, dia mengubah makan dan minum itu dalam bentuk simbol, misalnya dalam bentuk pemilikan kekayaan.
Saya pernah diwawancarai sebuah radio di Jakarta. Saya ditanya tentang relevansi puasa dalam kehidupan modern. Saya menjawabnya dengan merujuk kepada teori Freud. Orang-orang modern, dalam pandangan Freud, adalah orang-orang yang sakit jiwa. Mereka adalah orang-orang yang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Mereka hanya mengejar kenikmatan dalam makan dan minum saja. Atau, paling tidak mereka terhambat pada tingkat genital. Mereka seperti anak-anak, masih mencari kenikmatan dalam mempermainkan alat kelaminnya.
Lembaga-lembaga modern dibuat untuk memenuhi kebutuhan itu: makan, minum, dan seks. Bisnis makanan sampai sekarang adalah sektor usaha yang paling banyak menyedot uang. Saya dengar aset bulanan suatu restoran fast food di Indonesia mencapai puluhan milyar rupiah. Jadi, puluhan milyar rupiah dikeluarkan oleh orang Indonesia, hanya untuk membeli sepotong burger saja. Rata-rata orang Indonesia mengeluarkan lebih dari 75% dai penghasilannya untuk makan dan minum.
Orang-orang modern adalah orang yang kerjanya menumpuk kekayaan. Ia akan memperoleh kenikmatan dengan melihat banyaknya kekayaan yang dimilikinya.
Saya ingin memberikan contoh sederhana. Dulu, di salah satu kampung yang bertetangga dengan kampung saya, ada seorang ibu yang dikenal sebagai orang kaya (kaya dalam ukuran kampung). Tetapi sehari-hari dia hanya makan dengan nasi yang amat sedikit. Lauk pauknyapun ia cari sendiri dengan merendam dirinya di sungai untuk memperoleh ikan. Pakaian yang biasa dipakainya pun sangat sederhana. Ketika ia meninggal dunia, lemarinya dibuka. Ajaib, lemari itu penuh dengan pakaian yang bagus-bagus. Orang tidak pernah melihat ia memakai pakaian-pakaian itu. Semua orang kampung kebingungan. Bagi saya, ibu itu adalah contoh orang menderita sepanjang hidupnya. Kenikmatan yang ia peroleh tidak dalam mempergunakan seluruh harta dan barangnya. Ia memperoleh kenikmatan ketika ia membuka lemari dan memandang hartanya itu seraya berkata pada dirinya, “Semua ini milikku”.
Orang kota juga banyak yang seperti itu. Mereka memperoleh kenikmatan dalam membaca laporan depositonya di bank. Kalau dia ingat, dia membuka lemari dan menyibak lembaran-lembaran depositonya. Ia tidak ingin menggunakan depositonya karena takut jumlah uang itu akan berkurang. Ada juga orang yang membeli barang berharga dan memperoleh kenikmatan dengan melihat tumpukan barang-barang itu.
Menurut Sigmund Freud, orang yang seperti itu tertahan dalam tahap yang kedua, yaitu tahap kenikmatan melihat kotoran. Penumpukan kekayaan yang dibeli dengan pengeluaran itu sebetulnya adalah pemuliaan atau sublimasi dari kenikmatan melihat kotoran. Freud juga memandang bahwa kekayaan-kekayaan yang ditumpuk itu adalah kotoran. Manusia yang senang menumpuk kekayaan - menurut Freud - terhambat pada periode anal.
Pada sisi lain, manusia yang tidak mengalami fiksasi akan memasuki tahap kebutuhan yang lebih abstrak misalnya kebutuhan intelektual, kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan informasi. Ia akan memperoleh kenikmatan dalam mengumpulkan informasi, atau menyampaikannya. Informasi itu sesuatu yang abstrak.
Abraham Maslow membuat piramida kebutuhan manusia. Semakin tinggi bagian piramida, semakin abstrak pula kebutuhannya. Pada tingkat yang paling bawah, manusia hanya memenuhi kebutuhan makan dan minum saja. Ia hanya memuaskan kebutuhan biologisnya saja. Bila kebutuhan biologis itu sudah terpenuhi, kebutuhannya akan naik pada tingkat yang selanjutnya. Kebutuhan di atasnya adalah kebutuhan akan kasih sayang, ketentraman dan rasa aman. Lebih atas lagi adalah kebutuhan akan perhatian dan pengakuan. Lebih tinggi dari itu adalah kebutuhan akan self-actualisation atau aktualisasi diri.
Di dalam Islam, hal itu disebut kebutuhan akan al-takamul al-ruhani, proses penyempurnaan spiritual. Itulah tingkat yang paling tinggi dalam kebutuhan manusia.
Dari uraian yang panjang ini, kita bisa menyimpulkan : semakin dewasa seseorang, semakin abstrak kebutuhannya. Kebutuhan yang paling tinggi ialah orang ketika orang berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruhaniahnya bukan kebutuhan-kebutuhan jasmaniahnya. Itulah orang yang sudah sangat dewasa.
Di bulan Ramadhan sebenarnya kita dilatih untuk mengembangkan kepribadian kita. Kita meninggalkan tingkat oral, anal dan genital untuk mikraj ke tingkat ruhaniah yang lebih tinggi. Pada siang hari di bulan puasa, kita berlatih untuk meninggalkan masa kanak-kanak kita. Periode Oral kita dikekang dengan tidak makan dan minum. Kitapun mencoba untuk meninggalkan tahap genital dengan meninggalkan nafsu seks kita pada waktu kita berpuasa. Pada bulan Ramadhan, kita belajar menjadi dewasa. Di bulan ini, kita berusaha memenuhi kebutuhan ruhaniah kita. Kita berusaha menanggalkan keterikatan pada tubuh kita dan mulai memperhatikan kebutuhan ruh kita. Kita adalah gabungan antara ruh dan tubuh, tapi dalam kenyataan sehari-hari kita terikat sekali dengan tubuh kita.
Seseorang yang sudah sampai pada tingkat yang keterikatan pada ruhnya lebih besar daripada keterikatan pada tubuhnya, akan mampu untuk mengendalikan tubuhnya sendiri. Orang yang sangat terikat dengan tubuh, akan mudah sekali dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Dia bisa kedinginan kalau suhu udara turun. Dia bisa kegerahan kalau suhu udara naik. Sedangkan orang yang sudah lebih terikat kepada ruh, akan bisa mencipta. Dia bisa membuat tubuhnya hangat ketika udara amat dingin.
Menurut Murthadha Muthahhari, salah satu tahap dalam wilayah atau kewalian seseorang adalah tahap ketika sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya. Dia tidak akan marah ketika seharusnya marah. Dia tidak ingin membalas dendam ketika semestinya ia membalas dendam. Dia tidak sakit hati ketika orang menyakiti hatinya. Nafsunya sudah terkendalikan.
Menahan makan dan minum serta menahan diri dari perbuatan zina sudah termasuk tingkat wilayah yang paling awal. Jadi, pada saat bulan puasa, insya Allah, kita akan menjadi wali-wali Allah pada tingkat yang paling elementer.
Jika orang sudah berhasil mengendalikan seluruh hawa nafsunya, dia akan naik kepada wilayah yang kedua, yaitu ketika ruhnya sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Tingkat ketiga, ialah ketika ruhnya sudah bisa mengendalikan gerakan alam sekelilingnya. Kalau ia menyatakan sesuatu itu jadi, maka terjadilah sesuatu itu. Kalau ia meminta supaya pohon itu berbunga maka berbungalah pohon itu. Dari dirinya memancar sesuatu yang menggerakkan dan menggoncangkan seluruh molekul di sekitarnya.
Menurut Muhammad Iqbal, orang seperti itu adalah orang yang sudah bisa menentukan takdirnya. “Kembangkan dirimu begitu rupa kata Iqbal, “sehingga Allah akan menetapkan takdirnya, Dia akan berkonsultasi dulu denganmu.” Kalau Allah akan mematikan kamu, Dia akan bertanya dulu : Apakah kamu akan mati sekarang atau nanti. Orang seperti ini sudah mencapai tingkat kewalian yang ketiga. Ketika dia bisa menentukan takdir, menggenggam takdir ditangannya, dan tidak lagi tunduk pada takdir. Bahkan, Allah menentukan takdirnya dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepadanya. Bayangkanlah !
Bulan puasa adalah bulan ketika kita - paling tidak- diantarkan untuk mengendalikan hawa nafsu. Lalu bagaimana jika di bulan Puasa ada orang yang berhasil mengendalikan makan, minum dan seksnya tetapi tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya ? Itu berarti orang itu tidak masuk ke tingkat wali yang paling elementer sekalipun. Orang seperti ini tidak makan dan minum tapi mudah tersinggung. Ia mudah marah dan mencaci maki orang lain. Ia tidak bisa mengendalikan mulutnya.
Hadis Qudsi tentang puasa. Bagaimana kita meningkatkan tingkat kewalian atau wilayah kita ini ? Kita dapat berpedoman pada hadis-hadis qudsi. Hadis qudsi adalah petunjuk Allah bagi yang ingin mendekatiNya. Dengan latar belakang psikologis pada awal tadi, saya akan mengantarkan anda kepada hadis-hadis Qudsi yang membimbing kita dalam menjalankan ibadah puasa.
Dalam satu hadis qudsi, Allah SWT berfirman : “Demi keagungan-Ku, kebesaran-Ku, kemuliaan-Ku, cahaya-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian kedudukan-Ku, tidaklah seorang hamba mendahulukan kehendaknya di atas kehendak-Ku kecuali Aku cerai beraikan urusannya, Aku kacaukan dunianya, aku sibukkan hatinya dengan dunianya. Dan dunia tidak mendatanginya kecuali yang sudah Aku tentukan baginya. Demi keagungan-Ku dan ketinggian kedudukan-Ku, tidaklah seorang hamba mendahulukan kehendak-Ku di atas kehendaknya kecuali akan Aku perintahkan pada malaikat untuk menjaganya. Aku akan jaminkan langit dan bumi rezekinya. Aku akan menyertai setiap usaha yang dilakukannya. Dan dunia akan datang sambil merendahkan diri kepadanya.”
Dalam hadis di atas, Tuhan menjelaskan kepada kita salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Cara itu adalah dengan menempatkan kehendak Allah di atas kehendak kita sendiri.
Ada dua golongan manusia. Pertama, golongan manusia yang mendahulukan kehendaknya di atas kehendak Allah. Kedua, golongan manusia yang mendahulukan kehendak Allah di atas kehendaknya.Orang yang berpuasa termasuk ke dalam golongan kedua. Ia menempatkan kehendak Tuhan di atas kehendaknya sendiri. Ketika siang hari, keinginannya adalah makan dan minum, dan keinginan Allah adalah supaya ia tidak makan dan minum. Orang berpuasa akan mengutamakan keinginan Allah. Meskipun lapar, ia tidak akan penuhi keinginannya.
Pada saat yang sama, ketika kita lapar, umumnya kita mudah sekali tersinggung. Kalau kita diganggu orang, kita ingin sekali untuk marah. Namun, Allah menghendaki kita di bulan Ramadhan untuk mengekang amarah kita. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mengendalikan marahnya di bulan Ramadhan, Allah akan menahan murkaNya pada hari kiamat nanti.” Kita menahan amarah kita demi memenuhi kehendak Allah.
Sebetulnya setiap hari kita dihadapkan pada 2 pilihan ini : Apakah akan memenuhi kehendak Allah atau memenuhi kehendak diri kita sendiri. Allah berkehendak agar kita mencari nafkah yang halal untuk membiayai keluarga kita. Bila kita memiliki kelebihan harta, Allah berkehendak agar kelebihan itu dibagikan kepada hamba-hambaNya. Tapi jika kita mempunyai kelebihan rezeki, kehendak kita adalah memakai kelebihan itu untuk memenuhi keperluan konsumtif kita. Kita tumpuk makanan berlebih untuk kita santap ketika berbuka puasa. Seakan suatu kompensasi akan ketidak-makanan dan ketidak-minuman kita di siang hari. Pada bulan puasa ini, kita kesampingkan kehendak kita. Kita utamakan kehendak Allah swt. Kita penuhi juga kehendak Allah itu dengan bersedekah sebanyak-banyaknya kepada fakir miskin dan mustadh’afin. Itulah puncak perkembangan kejiwaan manusia.
Dikutip dari: Madrasah Ruhani oleh K.H. Dr. Jalaluddin Rakhmat M.A.